JawaPos.com – Meski menimbulkan kegaduhan, belum ada tanda-tanda Presiden Joko Widodo akan mencabut surat edaran larangan buka bersama (bukber) bagi para pejabat dan ASN. Karena hanya surat edaran, aturan tersebut tidak rumit jika hendak dicabut.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, larangan bukber untuk para pejabat dan ASN itu bukan keputusan presiden atau sejenisnya.
Melainkan surat edaran dari sekretaris kabinet (Seskab). Seskab mengeluarkan surat tersebut atas arahan presiden. “Kalau mau dicabut, ya dicabut. Artinya, saya tidak harus tahu juga kan,” ujar Mahfud saat menghadiri Tadarus Kebangsaan yang diadakan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) di Jakarta kemarin (25/3).
Namun, hingga kemarin, dia belum mendengar rencana pencabutan surat edaran tersebut. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyatakan, kalaupun ada rencana tersebut, pencabutan SE cukup sederhana. Tidak sampai dibahas tingkat menteri. “Main cabut saja,” katanya. Kalaupun tetap dilaksanakan, ya tinggal dijalankan terus.
Dia menceritakan, sebelum surat edaran itu keluar, sejumlah pejabat menyusun agenda bukber. Termasuk dengan dirinya. Mahfud bahkan sudah menyiapkan bukber dalam beberapa sesi. Sampai akhirnya, saat ini dia hanya buka bersama dengan istri.
Pada forum itu, Ketua Umum LPOI Said Aqil Siroj juga menyoroti kebijakan larangan bukber tersebut. Mantan ketua umum PBNU itu menjelaskan, kebijakan tersebut memunculkan kesan pemerintah overintervensi terhadap kehidupan keagamaan. Seharusnya hal itu menjadi kewenangan atau domain pemimpin agama beserta ormas-ormas keagamaan.
“Fakta pelarangan buka puasa bersama meski sudah ada penjelasan. Kemudian, rencana pembentukan komisi fatwa dan lain-lain,” ungkapnya.
Sementara itu, Fraksi Partai Golkar DPR mendukung keputusan Presiden Jokowi melarang para pejabat dan ASN bukber. Anggota DPR dari Golkar Firman Soebagyo mengapresiasi kebijakan Jokowi.
Pandemi Covid-19 yang menjadi alasan larangan bukber sudah tepat. Firman menuturkan, semua pihak hendaknya mencermati kondisi dan mewaspadai ancaman Covid-19 yang bisa saja terjadi lagi. ”Karena kemungkinan-kemungkinan itu bisa saja terjadi lagi,” ujarnya.