JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai telah terdegradasi, karena tak mampu menangani perkara yang melibatkan nama besar. Terlebih, Dewan Pengawas (Dewas) KPK pun telah menyindir KPK yang juga menilai kinerja lembaga antirasuah menurun dari Kejaksaan Agung.
“Saya setuju 1000 persen dengan pernyataan Dewas. Karena memang terjadi degradasi komisioner KPK terutama dari segi nyali, inilah akibatnya jika KPK dipimpin oleh komisioner yang masih aktif sebagai petugas negara,” kata pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar kepada JawaPos.com, Minggu (26/3).
Fickar menduga, KPK yang dikomandoi Firli Bahuri terlalu banyak kompromi. Karena itu, Fickar meminta Dewas KPK bisa menasehati kinerja KPK.
“Jadi seperti banci tidak berani menerobos sebagaimana seharusnya penampilan KPK, sepertinya banyak kompromi. Dewas harus menasehati dan menggebraknya, kalau perlu mengusulkan pergantian komisionernya, percuma ada KPK, jika dikendalikan sama dengan penegak hukum lain,” cetus Fickar.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean sebelumnya menyayangkan, lembaga antirasuah yang kini dikomandoi Firli Bahuri hanya berkutat pada kasus-kasus yang sifatnya suap dan gratifikasi. Menurut Tumpak, KPK seharusnya bisa menangkap ikan yang lebih besar.
Pernyataan ini disampaikan Tumpak dalam acara ‘Kenal Lebih Dekat Ketua Dewas KPK’.
“Secara umum sebetulnya kita masih on the track-lah. KPK sampai saat ini masih on the track di dalam pemberantasan korupsi, baik bidang pencegahan maupun penindakan. Hanya sayangnya kita belum berhasil mengungkap kasus-kasus yang besar, kasus-kasus yang kita beri nama dulu ‘The Big Fish’ itu jarang terjadi dilakukan oleh KPK,” kata Tumpak pada kanal YouTube KPK, Minggu (26/3).
Tumpak mengutarakan, KPK saat ini lebih sering melakukan penindakan melalui operasi tangkap tangan (OTT). Tumpak meminta, KPK era Firli Bahuri dapat mengungkap kasus-kasus besar.
“Harapan saya sebetulnya kita harus beranilah mengungkapkan kasus-kasus yang besar yang menarik perhatian masyarakat, yang bisa dirasakan oleh masyarakat manfaatnya dan untuk ini ya saya nggak tahu ya mungkin apakah SDM kita yang kurang kualitasnya ya saya juga nggak tahu ya,” tegas Tumpak.
Tumpak lantas membandingkan kinerja KPK dengan Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurutnya, Kejagung saat ini mampu mengusut kasus-kasus besar.
“Apakah memang kita belum mampu mencari kasus-kasus yang gede-gede seperti yang dilakukan katakanlah di Kejaksaan Agung, banyak kasus-kasus besar yang diungkapkan. KPK harusnya bisa menurut saya harusnya bisa seperti apa yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung itu,” beber Tumpak.
KPK dalam bidang pemberantasan korupsi disebut sebagai supervisor. Namun, jika kondisinya seperti saat ini, sangat disayangkan.
“Kalau sama aja, masa kita jadi supervisor? Kalau kita lebih rendah, lebih parah lagi, ya, kan?,” pungkas Tumpak.