JawaPos.com–Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur menilai, sudah saatnya Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya membuat terobosan baru dengan melakukan redefinisi tentang penerimaan peserta didik baru (PPDB) sistem zonasi.
Ketua Bidang Divisi Data dan Informasi Serta Litbang LPA Jatim Isa Ansori mengatakan, sejak diberlakukannya UU 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, terjadi pembagian kewenangan dalam penanganan pendidikan.
”Pendidikan menengah atas menjadi kewenangan pemerintah provinsi sedang pendidikan dasar menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota,” kata Isa seperti dilansir dari Antara.
Dalam undang-undang tersebut, lanjut dia, pada hal pendidikan, dijelaskan bahwa kewenangan pemerintah daerah mengelola pendidikan menengah naik level menjadi tanggung jawab pemprov. Dengan demikian, pemkab/kota difokuskan mengelola pendidikan dasar dan menengah pertama.
Isa menjelaskan, sebagaimana yang diatur dalam Permendikbud Nomor 51 / 2018 bahwa PPDB dan kemudian diperjelas lagi melalui SE Kemendikbud Nomor 7978 / A5 / HK. 04.01 / 2023 bahwa seleksi PPDB menggunakan jalur zonasi, afirmasi, dan prestasi. Jalur zonasi diberi kuota 90 persen. Zonasi 90 persen itu lalu dibagi menjadi zonasi murni 50 persen, prestasi akademi 30 persen, dan mitra warga 20 persen.
”Zonasi dengan model yang mengacu pada Permendikbud tersebut ternyata menyisakan beberapa masalah. Di antaranya anak-anak yang kemampuannya terbatas dan berada di wilayah yang jauh dari sekolah yang diharapkan,” ujar Isa Ansori.
Oleh sebab itu, mengacu pada UUPA sebagai kepentingan terbaik anak dan komitmen Surabaya menjadi Kota Layak Anak (KLA) Nasional dan Dunia, Dispendik Surabaya bisa membuat terobosan baru dengan melakukan redefinisi tentang PPDB zonasi. Terobosan itu bisa dilakukan dengan membuat pembagian dua zonasi dalam satu kawasan.
”Kawasan itu bisa berisi beberapa kecamatan,” terang Isa Ansori.
Menurut dia, zonasi satu mempertimbangkan wilayah peserta didik dalam satu kawasan dengan sekolah dan zonasi dua mempertimbangkan kelompok tengah yang selama tidak terafirmasi, yang kemampuannya di tengah. Baik secara ekonomi maupun prestasi namun tempat tinggalnya jauh dari sekolah meski berada di dalam kecamatan yang berada dalam satu kawasan yang sama.
”Zonasi satu diberikan kuota 35 persen dan zonasi dua diberi kuota 15 persen,” papar Isa Ansori.
Dengan demikian, Isa menilai, cara tersebut lebih menggambarkan visi Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang akan mewujudkan Surabaya sebagai kota yang maju, humanis, dan berkelanjutan.
”Komitmen wali kota terhadap perlindungan anak dan kepentingan terbaik anak tentu tidak diragukan,” ucap Isa Ansori.
Dia menambahkan, PPDB dengan redefinisi zonasi dan pembagian zona dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak tanpa melanggar apa yang menjadi ketentuan dalam Permendikbud 51/2018, akan menjadi bukti bahwa Surabaya memang kota yang layak terhadap anak dan menjadi surganya anak-anak.