JawaPos.com – Andi Nafsiah Walinono Mboi dikenal sebagai menteri kesehatan (Menkes) yang ceplas-ceplos. Perempuan kelahiran Singkang, Sulawesi Selatan (Sulsel), itu kritis dan berani. Saat berbincang dengan Jawa Pos pada 15 Maret, sosok yang akrab disapa Bu Naf itu masih bersemangat membahas public health (kesehatan masyarakat).
Selamat siang, Bu Naf. Bagaimana kabarnya?
Alhamdulillah, saya baik. Ya namanya baiknya orang tua beda ya. Saya Juli nanti 83 tahun loh. Yang penting adalah bahwa saya rajin sekali fisioterapi. Saya rajin sekali exercise untuk mengembalikan kaki dan juga upper body. Target saya, tiga bulan lagi sudah bisa jalan tanpa bantuan alat.
Setelah pensiun, apa saja kesibukan Bu Naf? Apakah masih aktif di dunia kesehatan?
Oh tentu saja. Saya juga sempat mengeluarkan buku yang ditulis selama pandemi Covid-19. Saya bertemu penulis hanya dua kali. Yang kedua saat peluncuran. Haha… Itu karena saya tidak boleh ke mana-mana, tidak boleh terima tamu juga. Pertama karena lansia, kedua punya komorbid.
Kalau kesibukan, kombinasi kali ya. Jadi, saya diminta webinar atau menjadi keynote speaker. Masih banyak yang minta jadi pembicara untuk kesehatan, juga tentang lansia.
Apakah ada topik-topik baru yang mengharuskan Bu Naf belajar lagi?
Tentu saja. Contohnya, saya diminta membahas metabolic syndrome dalam acara Association of Pacific Rim Universities (APRU). Waktu saya jadi dokter, jadi spesialis, tidak ada bahasan soal itu. Tapi, sekarang banyak. Topik metabolic syndrome bahkan meningkat dua kali lipat sejak 2019. Jadi, saya belajar lagi.
Pada usia yang tak lagi muda, bagaimana Bu Naf menumbuhkan semangat belajar?
Malas itu bakal setan tahu gak. Begitu malas, pasti setan masuk. Hahaha…
Tapi, itu benar. Saya juga mengalami saat ngambil master. Saat mendampingi suami sebagai gubernur, saya jatuh cinta pada public health. Saat mengambil master, saya harus belajar lagi tentang epidemiologi. Itu pelajaran yang paling tidak saya suka. Tapi, kebetulan suami belajar di Belanda dan ada summer course di Amsterdam. Jadi, ya saya ambil itu. Bikin sakit kepala. Materi susah dan pakai bahasa Belanda. Tapi, ya saya lulus. Memang malas itu bakal setan.
Selain metabolic syndrome, apa topik lain yang masih Bu Naf gaungkan?
Ada cinta lama saya. HIV. Ini tetap menjadi kerisauan kami. Apalagi, saat pandemi Covid-19, layanan kesehatannya slow down. Mulai pencegahan lewat sosialisasi hingga layanan lainnya.
Bagaimana pandangan Bu Naf terhadap penanganan dan pencegahan HIV saat ini?
Ini sebetulnya agak memprihatinkan ya. Karena kita bilang tidak boleh ada diskriminasi. Kita bergerak berdasar human right. Akan tetapi, kita dengar ada penggerebekan waria atau gay. Lalu, bagaimana menyampaikan kabar mengenai kesehatan? Soal HIV? Kalau kita kejar-kejar mereka, kan mereka jadi ketakutan.
Pelacuran juga demikian. Kami dulu bersahabat dengan mereka. Bukan dengan pelacurannya, melainkan dengan manusianya. Kita edukasi tentang no condom no sex. Ini untuk upaya pencegahan.
Lalu, apa saja upaya Bu Naf untuk tetap memperjuangkan penanganan dan pencegahan HIV?
Sekarang saya sudah tidak lagi menjadi pembuat kebijakan. Jadi, yang bisa saya lakukan ya edukasi dan sosialisasi, sesuai dengan kemampuan saya. Lewat seminar-seminar.
Bu Naf dulu kan suka sekali berpantun, bahkan sebelum pantun ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda pada 2020. Pantunnya juga lucu-lucu dan menarik. Saat ini masih aktif berpantun tidak?
Masih dong. Terakhir saya berpantun di acara Natal Kemenkes tahun lalu. Tapi, kamu jangan suruh saya bikin pantun sekarang ya. Sudah tidak seperti dulu. Ada timnya yang bantu, jadi bisa cepat saat bikin.
MENGENAL BU NAF
Nama Lengkap: Andi Nafsiah Walinono Mboi
Tempat, Tanggal Lahir: Singkang, 14 Juli 1940
Nama Suami: Ben Mboi (alm)
Jumlah Anak: Tiga
BUKU
– Kumpulan Pantun Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi
– Biografi Nyanyian Kehidupan Nafsiah Mboi
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
FUN FACTS
– Perempuan Bugis pertama yang menjadi dokter dan dokter spesialis anak
– Dokter spesialis anak pertama yang bertugas di NTT
– Perempuan Indonesia pertama yang menduduki posisi direktur pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
– Orang Asia pertama yang menjadi ketua Komite Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (CRC)
– Menteri kesehatan tertua yang pernah menjabat, yaitu saat berumur 71 tahun