Ada Nonton Bareng Film-Film Islami Selama Ramadan Ini
JawaPos.com – Ruangan itu bak mesin waktu. Siap mengantarkan siapa saja untuk lebih mengenal ulama besar Indonesia: Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari.
Ada bakiak, tongkat, centong nasi, dan juga kitab milik kakek Presiden Keempat Indonesia Abdurrahman Wahid di ruangan tersebut. Ruangan yang berada di museum di Jombang, Jawa Timur, yang menyandang nama sang ulama: Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy’ari (MINHA).
Di ruangan yang sama, di pojok kiri atas salah satu kitab yang terpacak, ada sebuah tulisan tangan. ’’Itu tulisan tangan beliau (KH Hasyim Asy’ari, Red),’’ kata Iska Nisfulailia, asisten humas dan pemasaran MINHA, yang menemani Jawa Pos berkeliling museum di Desa Cukir, Kecamatan Diwek, itu.
Museum itu berada dalam satu kawasan dengan makam Gus Dur di selatan Pesantren Tebuireng, Jombang. Makam KH Hasyim Asy’ari juga berada dalam satu area.
Museum itu berdiri megah dengan atap berbentuk segitiga di atas lahan 4,9 hektare. Adalah arsitek alumnus Institut Teknologi Bandung Sugeng Gunadi yang merancangnya. Ada makna khusus dari pemilihan bentuk atap segitiga tadi.
Atap bangunan tersebut berbentuk dua segitiga yang berimpitan. Namun, ketinggian dua segitiga itu tidak sejajar. Dua segitiga tersebut merupakan simbol dari santri dan kiai.
Filosofi bentuk atap bangunan itu adalah seorang santri yang akan selalu hormat dan memilih mengambil posisi lebih rendah dari sang kiai. ”Kalau dilihat lamat-lamat, bentuk atapnya memang seperti orang sungkem,” ucap Saleh Hamzah, salah seorang pengunjung MINHA dari Kabupaten Pasuruan, saat ditemui Jawa Pos.
Museum tersebut diresmikan Presiden Joko Widodo pada 18 Desember 2018. Pengelolaannya dilakukan langsung oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI.
Para pengunjung tempat itu tidak dipungut biaya. Cukup mengisi buku tamu. Mereka bisa menikmati dan mendapatkan penjelasan terkait sejarah penyebaran Islam di Indonesia. Penyajian informasinya melalui beragam media. Mulai audiovisual, koleksi barang seperti kitab, koin, senjata, lukisan, hingga poster-poster terkait sejarah Islam di Indonesia.
’’Sampai saat ini ada 317 koleksi yang kami miliki di MINHA ini. Itu sudah termasuk di ruang pameran dan storage,” ucap Iska.
Dia menambahkan, di lantai 1 tema koleksi yang disajikan bagi pengunjung adalah sejarah penyebaran Islam di Nusantara. Sementara untuk lantai 2 tema yang dipilih adalah Islam saat masa penjajahan.
Untuk lantai 3, para pengunjung bisa menikmati koleksi museum dengan tema Islam di masa kemerdekaan. ’’Tapi, saat ini yang kami buka penuh untuk umum adalah lantai 1. Lantai 2 dan 3 sedang dalam proses melengkapi koleksi baru,’’ jelas Iska.
MINHA juga berupaya terus menambah koleksi yang mereka pamerkan. Salah satu tambahan ruang yang mereka siapkan tahun ini adalah ruang khusus koleksi barang pribadi Gus Dur. Ide itu muncul, kata Iska, karena banyaknya pengunjung yang bertanya. ’’Saat ini masih proses mengajukan izin ke pusat,” ucap Iska.
Pengunjung MINHA datang dari berbagai latar belakang. Mulai perorangan sampai dengan rombongan besar. Tidak sedikit kelompok besar peziarah makam Gus Dur yang mampir ke tempat itu.
Rombongan study tour sekolah juga kerap berkunjung. ’’Paling ramai Sabtu-Minggu. Pernah tembus 2.000 orang dalam satu hari di akhir pekan,” jelas Iska.
Program khusus juga diadakan selama Ramadan ini untuk menambah wawasan keislaman. MINHA mengadakan Nonton Bareng Ramadan di MINHA dengan sajian pemutaran film-film bertema Islami di ruang MINHA Cinema.
’’Sang Kyai, Sang Pencerah adalah beberapa film di antaranya,” kata Iska.