JawaPos.com – Sepanjang 2022 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi pasar keuangan dan investasi. Meski pandemi Covid-19 telah mereda, ketidakpastian masih berlanjut seiring dengan kenaikan suku bunga acuan bank sentral sejumlah negara, termasuk Indonesia, dan tingginya inflasi.
“Ketidakpastian di pasar saham, meningkatkan imbal hasil obligasi, dan melemahkan berbagai nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD),” kata Chief Economist BRI Anton Hendranata, Jumat (24/3).
Ditambah, ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang mendisrupsi pasokan energi dan pangan ke berbagai negara. Akan tetapi, situasi di atas tidak secara signifikan melemahkan Indonesia. Rupiah masih resilient di tengah berbagai tantangan global. Didukung oleh pasar valas domestik yang masih cukup baik serta transaksi spot dan swap yang tinggi.
Di sisi lain, perubahan iklim semakin memburuk dalam beberapa dekade terakhir. Peningkatan emisi CO2 yang naik secara signifikan menjadi tantangan bagi perekonomian, termasuk di Indonesia.
Dari situ, aspek lingkungan menjadi concern utama investor dalam melakukan investasi ESG (environment, social, and governance) hingga 2025. “Sehingga diperlukan transformasi hijau dalam proses produksi pada sektor manufaktur Indonesia,” jelas Anton.
Chief Investment Officer (CIO) PT Danareksa Investment Management (DIM) Herman Tjahjadi mengatakan, pasar saham global sedang dilanda ketidakpastian yang tinggi akibat krisis Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat (AS) dan Credit Suisse di Eropa. Namun, perekonomian di Indonesia tetap baik dan terjaga meminimalkan dampak rambatan krisis tersebut.
Tecermin dari APBN Indonesia yang menorehkan surplus 0,6 persen dari PDB sebesar Rp 131,8 triliun pada Februari 2023. Neraca perdagangan tercatat surplus USD 5,5 miliar.
Begitu pula, cadangan devisa yang naik sebesar USD 0,9 miliar menjadi USD 140,3 miliar per Februari 2023. Sedangkan, data inflasi inti pada Februari 2023 melambat ke level 0,13 persen month-to-month (MtM) atau 3,09 persen year-on-year (YoY).
Semua hal diatas tersebut akan menjadi daya tarik bagi investor global yang sedang mencari safe heaven investment opportunity di tengah ancaman resesi. “Dengan terkoreksinya IHSG ke sekitar level 6.500-6.600, ini menjadi kesempatan berharga untuk mengakumulasi saham-saham domestik berkualitas tinggi berdasarkan kriteria ESG, yang sangat menekankan investasi yang sustainable, resilient, dan berkelanjutan untuk jangka panjang,” tandasnya.
Melalui Reksa Dana Indeks MSCI Indonesia ESG Screened, PT Danareksa Investment Management (DIM) berfokus pada lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan yang baik. “Ini menjadi perhatian investor terhadap bisnis secara keberlanjutan,” ujar Direktur Sales & Marketing DIM Upik Susiyawati.