JawaPos.com – Kejaksaan dinilai sudah tepat tidak melakukan diversi dalam menyelesaikan kasus penganiayaan terhadap David Ozora, terutama menyangkut pelaku anak AG (15). Pangkalnya, dia terancam hukuman di atas 7 tahun.
“Kata kunci pertama, ancaman pidana yang wajib diversi itu 7 tahun ke bawah. 7 tahun ke atas enggak wajib,” kata pengamat hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Akhiar Salmi, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (23/3).
Penyidik menjerat AG dengan Pasal 76C jo Pasal 80 Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak dan/atau Pasal 355 ayat (1) jo Pasal 56 KUHP subsider Pasal 354 ayat (1) jo Pasal 56 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2) jo Pasal 56 KUHP subsider Pasal 351 ayat (2) jo Pasal 56 KUHP. Ia terancam 12 tahun penjara
Kedua, sambung Akhiar, diversi dapat dilakukan apabila pihak korban memaafkan pelaku. Dalam perkara ini, keluarga David Ozora menolak berdamai.
“Kalau salah satu enggak mau berdamai), ya, enggak mungkin (diversi). Menurut saya, sudah tepat langkah yang diambil kejaksaan,” sambungnya.
Lebih jauh, Akhiar menyarankan kejaksaan tetap berpedoman pada aturan yang berlaku dalam menangani kasus pelaku anak AG. Sebab, kepentingan anak harus mendapatkan perhatian dan dimandatkan dalam UU Perlindungan Anak.
“Tapi, tentu sepanjang pihak kejaksaan menuntut sesuai koridor hukum terhadap ancaman pidana maksimum boleh dijatuhkan 10 tahun. Jadi, dia boleh saja menuntut 10 tahun. UU memungkinkan itu. Jadi, koridor kita tetap UU,” tuturnya.
Kedua, kejaksaan disarankan mempertimbangkan kondisi korban dalam menyusun tuntutan AG. Apalagi, menurut keluarga korban, David Ozora hingga kini belum juga sadarkan diri.
“Tentu background dari yang bersangkutan (AG) akan diperhatikan juga nanti. Anak ini bagaimana masa lalunya? Itu akan dilihat juga. Korban bagaimana, parah tidak? Sekarang masih belum sadar, kan? Nah, itu dia. Itu jadi pertimbangan-pertimbangan. Dia harus memperhatikan kedua belah pihak, pelaku dan korban,” tandas Akhiar.