JawaPos.com – Perusahaan berorientasi ekspor saat ini menghadapi tekanan dari situasi ekonomi global. Hal tersebut menimbulkan ketidakleluasaan bagi pelaku industri yang juga berdampak pada tenaga kerja. Oleh karena itu, pemerintah segera mengambil jalan keluar.
Salah satu langkah yang diambil adalah dengan mengeluarkan peraturan terkait penyesuaian pengupahan sesuai dengan waktu kerja oleh perusahaan. Aturan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
“Kami menilai langkah tersebut perlu dilakukan dalam kondisi saat ini. Tujuannya adalah menjaga industri bisa tetap bertahan di tengah terpaan situasi perekonomian dunia dan menjamin status serta kesejahteraan para pekerja,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif Kamis (23/3).
Febri menyampaikan, Permenaker 5/2023 mengatur dengan jelas kriteria perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor maupun tentang penghitungan penyesuaian upah. Peraturan itu menyebutkan bahwa perusahaan industri sesuai kriteria dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan yang dibayarkan paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima.
Selanjutnya, peraturan tersebut mempersyaratkan bahwa penyesuaian waktu kerja diatur dalam kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Penyesuaian waktu kerja berlaku selama enam bulan.
“Kami mengharapkan kondisi ini tidak berlangsung lama sehingga sektor industri dapat terus membaik dan langkah-langkah lainnya dalam mitigasi juga membuahkan hasil.”
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menegaskan bahwa meski pemerintah telah memberikan izin untuk perusahaan di industri tertentu bisa memangkas jam kerja serta upah pekerja demi bertahan, tidak berarti hal tersebut sepenuhnya membebaskan potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Apindo Anton J. Supit mengatakan, aturan yang baru disahkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) awal Maret itu dibuat untuk meminimalisasi angka PHK, bukan untuk menghentikan badai PHK secara konstan. “Kami mengajukan solusi untuk mencegah PHK, tapi tidak mencegah 100 persen juga. Namun, setidaknya untuk memberi daya tahan juga kepada pengusaha agar tidak buru-buru PHK,” tegas Anton.