Ribuan anak adopsi asal Indonesia terpisah dari orang tua kandungnya. Berbagai cara mereka tempuh untuk bertemu keluarga asli. Melalui Stichting Mijn Roots, mereka berharap ada kabar baik.
WAHYU ZANUAR BUSTOMI, Surabaya
SATU per satu berkas dibuka Ana Maria van Valen. Isinya selebaran pamflet dan surat salinan dari yayasan. Beberapa foto kecil dan dewasa ditampilkan di kertas hitam putih itu. Di sana tertera nama-nama yang menjadi saksi proses penyerahan bayi ke yayasan waktu itu.
Data yang dimiliki Ana tidak banyak. Fotonya juga terbatas. Di antara berkas-berkas tersebut, ada juga yang tanpa dilengkapi foto orang tua kandung.
Namun, hal itu tidak mengurungkan Ana untuk membantu anak adopsi mencari orang tua kandungnya. Sebab, terkadang temuan di lapangan membawa ke takdir baru. Banyak yang di luar prediksi justru terjadi.
Stichting Mijn Roots atau organisasi mencari orang tua kandung didirikan pada 2016. Pendirinya adalah Ana dan Christine Verhaagen. Nasib Ana jauh lebih beruntung bisa bertemu lagi dengan orang tua kandungnya. Sementara itu, Christine sampai sekarang berjuang mencari orang tua kandungnya.
Ana dan Christine bekerja bareng membantu mempertemukan anak adopsi dengan orang tua kandungnya.
Ana tinggal di Surabaya, sedangkan Christine tetap di Belanda. Keduanya menjadi penghubung jika ada kabar baik. ’’Organisasi ini berdiri dari hati, berdiri atas nama kerinduan dengan orang tua,’’ ujar Ana sembari menunjukkan berkas yang dia simpan.
Ada ratusan berkas yang dia kumpulkan. Termasuk enam berkas yang alamat orang tuanya di Surabaya dan Pasuruan.
Pernah ada kabar bagus, kata Ana, tahun lalu organisasinya menerima berkas dari Belanda. Seorang perempuan mencari orang tua kandungnya di Surabaya. Berbekal salinan dari yayasan yang dibawa, orang tua angkatnya akhirnya bisa ditemukan.
Saat ini, lanjut dia, mereka sudah berkomunikasi meski dengan video call. Nah, Mei nanti rencananya sang anak datang ke Surabaya untuk bertemu orang tuanya. Selama organisasi berdiri, banyak cerita yang didapat. Termasuk mengungkap tragisnya praktik adopsi pada masa itu.
Salah satunya, kejadian di Pekalongan dua tahun lalu. Cerita itu bermula dari anak adopsi di Belanda yang ingin bertemu ibunya. Dia menyerahkan berkas salinan dari yayasan ke Stichting Mijn Roots.
Dengan dibantu beberapa orang, penelusuran dilakukan. ’’Yang bikin pilu, orang tua kandungnya tidak tahu anaknya masih hidup,’’ terangnya.
Ana bercerita, pertemuan orang tua kandung dengan anaknya begitu mengharukan. Betapa tidak, ibu kandungnya hanya tahu bahwa anaknya meninggal.
Tepatnya pasca persalinannya. Pihak rumah sakit mengatakan bahwa anaknya sudah meninggal. Entah bagaimana ceritanya, mereka tidak bisa melihat jasad anaknya.
Kemudian, anak tersebut diadopsi pasangan dari Belanda. Organisasi yang dibuat Ana dan rekannya itu juga menampung orang tua yang kehilangan anaknya. Sampai saat ini, ada 10 ibu yang melaporkan kehilangan anaknya kepada Ana. Dua di antaranya, data DNA-nya sesuai dengan anak adopsi yang ada di Belanda.
Salah satunya yang terjadi di Jombang. Tahun lalu seorang ibu lapor untuk mencari anaknya yang pernah dititipkan di yayasan. Ternyata bisa bertemu. Hasil tes DNA cocok. Akhirnya mereka berkomunikasi. Juli nanti rencananya sang anak datang ke Jombang.
Setiap menemui orang tua yang melaporkan kehilangan anak, Ana membawa alat tes DNA. Hasilnya dikirim ke laboratorium untuk dicocokkan dengan DNA anaknya di Belanda.
Ada juga cerita lucu, Ana datang ke sebuah lokasi sesuai petunjuk salinan berkas dari yayasan yang diterima dari anak adopsi di Belanda. Sesuai nama dan lokasi memang benar. Tapi, ternyata itu bukan orang tua aslinya. ’’Dites DNA juga tidak ada kecocokan,’’ ucapnya.
Menurut dia, itu terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya, orang tersebut hanya menyerahkan bayi ke yayasan. Sementara, orang tua kandungnya tidak ada. Banyak juga yang mengaku itu anaknya, tapi ternyata bukan. ’’Kami harus berhati-hati saat di lapangan,’’ ungkapnya.
Tahun 1977–1983 diduga menjadi tahun yang suram di Indonesia. Sebab, dalam jangka waktu itu, diperkirakan ada tiga ribuan anak atau bayi yang dibawa ke Belanda untuk diadopsi. Mirisnya, hampir semuanya dilakukan secara ilegal. Karena itu, banyak orang tua yang tidak tahu keberadaan anaknya.