JawaPos.com–Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa siap melawan tuberkulosis (TBC). Mengacu pada Perpres No 67 Tahun 2021, Pemprov Jatim telah menerbitkan Pergub Jatim No 50 Tahun 2022 tentang Penanggulangan Penyakit Tuberculosis.
Penerbitan aturan tersebut juga sejalan dengan upaya peningkatan penemuan terduga TBC melalui aplikasi E-Tibi dan memberlakukan TB 06 di semua fasilitas layanan kesehatan.
”Langkah ini dilakukan guna mencapai target temuan kasus TBC 90 persen dari estimasi kasus TBC nasional. Atau melakukan penemuan 16.700 kasus TBC per minggu,” tutur Khofifah.
Selain itu, lanjut Khofifah, didukung pula dengan keterlibatan penuh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) baik negeri/swasta, utamanya dalam melakukan screening.
”Peningkatan kualitas fasyankes pemerintah dan swasta termasuk dokter praktek mandiri, klinik, dan RS swasta dalam memberikan layanan TBC juga harus kita perhatikan,” ujar Khofifah.
”Intinya, jika semakin banyak yang terdeteksi sedini mungkin, penanganan juga semakin cepat. Karena penularannya lewat udara, screening sebanyak mungkin akan mengurangi jumlah penularan,” tambah Khofifah.
Untuk itu, Gubernur Khofifah kembali mengajak seluruh elemen, mulai dari nakes hingga masyarakat umum, semakin aware akan bahaya dari penyakit TBC.
”Mari satukan tekad dan perkuat inovasi dalam rangka mencapai Eliminasi TBC 2030,” terang Khofifah.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Erwin Astha Triyono mengatakan, telah melakukan berbagai upaya dalam penanggulangan TBC. Yakni dengan mengintensifkan penemuan terduga TBC di masyarakat dengan skrining mandiri gejala TBC melalui aplikasi E-TIBI di tautan https://dinkes.jatimprov.go.id/assesment-tbc/public/.
Sebagai informasi, TBC merupakan penyakit yang disebabkan infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis melalui udara atau semburan air liur. Penyakit tersebut kerap menyerang paru-paru dan dapat berujung kematian jika tidak ditangani dengan baik.
Dia menjelaskan, beberapa gejala TBC yang perlu diwaspadai yaitu batuk terus menerus (persisten), nyeri dada, sesak napas, demam, berkeringat pada malam hari tanpa aktivitas, dan berat badan terus menurun.
”Jika masyarakat mengalami gejala tersebut, segera skrining mandiri melalui E-TIBI atau segera periksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan setempat,” imbuh Erwin.
Upaya kedua, lanjut dia, dengan mengintensifkan kolaborasi lintas program di antaranya adalah TBC-HIV, TBC-DM (diabetes melitus), TBC-KIA (kesehatan ibu & anak), TBC-PISPK (program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga), serta melibatkan unsur pentahelix dalam penanganan TBC di Jawa Timur.
”Yang ketiga, kita mengoptimalkan penemuan kasus TBC secara aktif (investigasi kontak, skrining masal di sekolah, lapas, pondok pesantren dan tempat kerja) dan keempat membentuk tim DPPM (District Public Private Mix) dan Kopi (koalisi organisasi profesi) TBC di kabuaten/kota se Jawa Timur.
Selain itu Erwin Astha Triyono menambahkan, dilakukan ekspansi layanan TBC resisten obat di 21 rumah sakit. Pada 2023 ditargetkan menjadi 33 rumah sakit layanan TBC resisten obat.
”Berikutnya, treatment coverage (kasus TBC ditemukan dan diobati) pada 2022 telah mencapai 63,94 persen, meningkat dibandingkan pada 2021 yang hanya mencapai 45,08 persen,” terang Erwin Astha Triyono.
Dengan jumlah temuan yang meningkat tersebut, menurut dia, angka keberhasilan pengobatan mencapai 89 persen dari target 90 persen pada 2022.