JawaPos.com – Selama puasa, dianjurkan untuk mengosumsi cukup air agar tubuh tidak dehidrasi. Terlebih bagi mereka yang tetap menjalankan aktivitas olahraga saat berpuasa. Selain cukup minum air putih, meneguk minuman isotonik saat berbuka dan sahur juga dipercaya bisa menjaja tubuh tetap terhidrasi.

Minuman yang dikenal dengan istilah sport drink ini merupakan salah satu produk minuman ringan untuk meningkatkan kebugaran karena mampu mempertahankan atau mengganti cairan dan garam dalam tubuh serta memberikan energi saat beraktivitas. Minuman ini mengandung gula, asam sitrat, dan mineral dengan komposisi elektrolit (ion positif dan ion negatif) yang mirip dengan cairan dalam tubuh.

Saat ini, ada banyak produk minuman isotonik di Indonesia. Namun, sebagai umat Islam, tentu kehalalan yang dikonsumsi mesti menjadi perhatian lebih. Lantas, bagaimana cara membedakan produk minuman isotonik yang jelas kehalalannya dan tidak?

Menurut Halal Audit Quality Board LPPOM MUI Mulyorini R. Hilwan, bahan pembuat minuman istonik tidak jauh berbeda dengan minuman kemasan pada umumnya, yakni air, gula, serta perisa (flavour) dan claudifier (zat pengkabut atau clauding agents).

Hanya saja, perbedaannya adalah pada penambahan senyawa garam atau mineral. Lalu, bahan mana saja yang kritis kehalalannya? Pertama, gula. Dalam minuman istonik, gula berperan sebagai salah satu penentu rasa dan penyuplai karbohidrat energi bagi tubuh.

“Titik kritisnya terletak pada proses pemutihan karena menggunakan arang aktif atau resin penukar ion,” kata Hilwan kepada wartawan, Jumat (24/3).

Dari aspek bahan, katanya, arang aktif bisa berasal dari tempurung kelapa, serbuk gergaji, batu bara, atau tulang hewan. Jika menggunakan bahan-bahan nabati, maka tak perlu diragukan kehalalannya. Namun, jika arang aktif tersebut berasal dari hewan, maka harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih secara syariah.

“Umumnya, tulang hewan yang seringkali dijadikan arang aktif adalah babi dan sapi. Adapun untuk resin penukar ion dapat menggunakan gelatin, sehingga perlu diklarifikasi,” jelasnya.

Hal kedua yang mesti diperhatikan adalah penggunaan perisa (flavour) dan cloudifier (zat pengkabut). Keduanya, kata Hilwam dapat menggunakan bahan turunan dari lemak yang dapat berasal dari hewan maupun nabati.

“Lemak dari hewan inilah yang cukup kritis karena dapat bersumber dari hewan yang tidak halal,” urainya.

Hal ketiga yang perlu juga diperhatikan adalah penambahan senyawa garam atau mineral, seperti natrium sitrat (Na-Sitrat), kalsium laktat (Ca-laktat) yang merupakan hasil reaksi senyawa kimia dengan produk mikrobial (asam sitrat dan asam laktat). Demikian juga asam askorbat termasuk produk mikrobial.

Ia menjelaskan bahwa titik kritis produk mikrobial adalah apakah mikroba yang digunakan murni atau Genetically Modified Organism (GMO). Jika berasal dari GMO, maka harus dipastikan bukan berasal dari genetika manusia atau babi.

“Mikroba yang digunakan juga harus dipastikan bebas cemaran babi, media untuk menumbuhkan mikroba menjadi salah satu hal yang kritis,” urai Hilwan.

Ia menegskan, titik kritis media mikrobiologi terletak pada sumber nitrogen untuk nutrien pertumbuhan mikrobanya yang bisa saja berasal dari ekstrak daging atau pepton hidrolisis daging.

“Daging inilah yang perlu ditelusur berasal dari hewan halal yang disembelih sesuai syariah Islam,” ucapnya.

Terakhir, hal yang perlu diperhatikan dalam produk minuman isotonik adalah bahan pengawet yang harus dipastikan halal, seperti benzoat, asam laktat dan asam askorbat. Benzoat tergolong bahan kimia sehingga halal, namun kadarnya harus dipastikan memenuhi persyaratan keamanan pangan.

“Sementara asam laktat dan asam askorbat berasal dari fermentasi, sehingga harus dipastikan bahwa bakteri yang digunakan untuk fermentasi bebas babi dan media yang digunakan bebas najis,” pungkas Hilwan.

By admin