KALAU Anda ke sini di hari-hari selepas Lebaran, siap-siap saja bakal ”ketinggalan kapal”. Saking membeludaknya pengunjung.
Kapal yang dimaksud adalah Safinatun Najah yang artinya Kapal Keselamatan. Nama itu memang merujuk pada kisah kapal atau bahtera Nabi Nuh.
Dan, karena itu pula, masjid yang berada di Kelurahan Podorejo, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, tersebut dikenal luas sebagai Masjid Nabi Nuh.
Wilayah berbukit itu berjarak sekitar 19 kilometer dari simpang lima di jantung ibu kota Jawa Tengah tersebut.
Awal mula pembangunan masjid tersebut dimulai dari sebuah wasiat dari sebuah keluarga di Uni Emirat Arab. Namanya Yusuf Muhammad Al Aljarudy (almarhum).
Wasiat tersebut kini terpajang rapi di lantai 2 masjid. ”Dari Uni Emirat, wasiatnya memang dibangun Masjid Safinatun Najah sesuai dengan nama kapal Nabi Nuh yang artinya Kapal Keselamatan,” kata Penanggung Jawab Lapangan Muhammad Ahmad kepada Jawa Pos Radar Semarang Rabu (22/3) lalu.
Pembangunan masjid tersebut dimulai pada 2015 di atas lahan 7 hektare dengan luas bangunan 2.000 meter persegi. Dana yang dihabiskan sekitar Rp 5 miliar. Akhir 2016 bangunan tersebut selesai berdiri dan langsung ramai membetot perhatian.
Yang paling mencuat dari masjid itu memang arsitekturnya. Bangunannya terdiri atas empat lantai. Tiap lantai dasar untuk istirahat dan lantai di atasnya untuk masjid. Lantai 3 juga untuk istirahat, tapi selanjutnya dibuat museum dan perpustakaan. Sementara itu, lantai 4 rooftop yang biasanya digunakan pengunjung untuk berfoto.
”Konsepnya kan wisata religi. Lantai 3 memang bakal dibuat perpustakaan sama kalau bisa ditambah museum tentang perjuangan Nabi Nuh, tapi masih terkendala dana,” ujarnya.
Kini pembangunan dan perawatan terus berjalan. Pengelola membebankan tiket masuk Rp 3.000 per orang.
Mendekati duhur, seperti tampak pada Rabu lalu, pengunjung mulai berdatangan. Ada yang menggunakan angkot, menaiki sepeda motor, membawa mobil pribadi, bahkan menumpang dokar.
Puluhan rombongan ibu turun bersamaan. Mereka berduyun-duyun memasuki masjid untuk salat berjemaah. Tak lupa mereka juga berfoto di luar masjid dengan latar belakang masjid. Di bagian luar, masjid itu dikelilingi kolam kecil sehingga bangunannya memang seperti kapal yang mengapung di atas air.
Tapi, pada sisi lain, dengan dinding luar dicat seperti kayu dan suasana lanskap sekitar, masjid itu juga tampak seperti sebuah kapal yang terdampar di tengah perkebunan dan sawah warga. Sementara itu, di bagian atas kapal terdapat gedung putih menjulang yang menjadi gedung utama untuk salat dan beragam kegiatan lain.
Atap masjid tersebut memiliki kubah kecil hijau. Itu menjadi penanda bahwa bangunan tersebut sebuah masjid. Bangunan tiga lantai itu pun berfungsi seutuhnya untuk ibadah, edukasi, dan rekreasi.
Di bagian teratas, tak sedikit pengunjung yang menggunakan drone. Dengan peranti nirawak itu, kemegahan Masjid Kapal di tengah persawahan tersebut bisa terpotret dengan utuh.
Memasuki Ramadan, kata Muhammad, jumlah pengunjung Masjid Kapal biasanya menurun. Namun, kegiatan menjelang buka puasa tetap rutin diadakan. Di antaranya, pembagian takjil. Selain itu, ada kegiatan rutin tadarusan.
Di hari-hari di luar Ramadan, akhir pekan biasanya menjadi puncak kunjungan. Bisa mencapai 500-an orang dalam sehari. Dan, selepas Lebaran, Kapal Keselamatan bisa menampung lebih banyak jumlah pengunjung. Hati-hati ketinggalan kapal!