JawaPos.com – Kritik dari Komisi II DPR mendapat respons serius KPU. Menindaklanjuti putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan penundaan Pemilu 2024, KPU telah menambah materi memori banding. Harapannya, putusan banding di pengadilan tinggi (PT) nanti bisa menang.
”Selasa (21/3) lalu kami telah mengajukan memori banding tambahan melalui kuasa hukum KPU,” ungkap Komisioner KPU Muhammad Afifuddin kemarin (22/3).
Setidaknya, ada enam substansi tambahan yang akan memperkuat dalil KPU. Di antaranya, bantahan atas klaim PN Jakarta Pusat yang telah mengupayakan mediasi. ”Pemeriksaan perkara biasa yang dijalankan tanpa mediasi melanggar kewajiban hukum hakim,” ujar pria kelahiran Sidoarjo itu.
Akibat pelanggaran tanpa mediasi tersebut, lanjut dia, pemeriksaan perkara menjadi cacat yuridis. Hal itu diatur dalam Pasal 3 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016. Selain itu, KPU meminta untuk menangguhkan putusan serta-merta sehingga tahapan Pemilu 2024 tetap dilaksanakan sesuai jadwal.
Sebelumnya, awal Maret lalu PN Jakarta Pusat membacakan putusan berupa penundaan Pemilu 2024. Putusan itu merupakan hasil persidangan dari gugatan yang dilayangkan Partai Rakyat Adil dan Makmur (Prima) setelah dinyatakan KPU tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024. Atas putusan itu, KPU pun resmi melakukan banding.
Selain itu, KPU menyampaikan koreksi atas kekeliruan pendapat majelis hakim tentang pemenuhan unsur perbuatan melawan hukum. Dia menegaskan, putusan 002/PS.REG/BAWASLU/ X/2022 tanggal 4 November 2022 telah dilaksanakan sesuai perintah.
Sementara itu, Election Corner UGM dan Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (UI) melakukan kajian terkait isu penundaan pemilu di dunia maya. Hasilnya, penyelenggara pemilu terlihat kalah dominan. ”Akun-akun media sosial penyelenggara terlihat sangat pasif. Sebaliknya, akun influencer jauh lebih aktif. Masalahnya rajin banget diembuskan, sementara publik tidak melihat respons kelembagaan sebanyak embusan masalahnya,” ujar Koordinator Program Election Corner UGM Abdul Gaffar Karim.