JawaPos.com – Tradisi megengan sudah menjadi ritual wajib yang dilakukan warga Kampung Lawas Maspati, Bubutan, dalam menyambut Ramadan. Mencari keberkahan serta kelancaran selama menjalankan puasa, mereka berbagi rezeki satu sama lain.
Sutiyah, 69, salah satunya. Jumat (17/3), aktivitas di rumahnya Jalan Maspati V Nomor 35 terlihat sibuk. Sejak pagi, Sutiyah bersama kedua anaknya, Susila Indrawati, 43, dan Ita Lutfia, 38, membuat berbagai aneka kue basah. Misalnya, apem, bolu, risol, dan pastel. Proses memasaknya berlangsung selama empat jam.
Ratusan kue dibuat dan disajikan di sebuah boks makanan. Kemudian, semua makanan itu dibagikan kepada seluruh tetangga. Ditemani sang anak, satu per satu rumah warga dihampirinya.
Kehangatan pun menyelimuti interaksi Kampung Lawas Maspati. Selain berbagi makanan, mereka memanfaatkan tradisi megengan untuk saling memaafkan.
Para warga saling berpelukan. Bercanda dan bergembira bersama dalam balutan kekompakan serta keharmonisan keluarga.
’’Semua warga di sini sudah kami anggap keluarga. Jadi, apa yang mereka rasakan secara otomatis pasti kami rasakan juga. Suka dan duka dijalani bersama,’’ kata Sutiyah.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Lawas Maspati Sabar Swastono menjelaskan bahwa megengan adalah tradisi wajib yang dilakukan warga setiap tahun. Terutama saat menjelang Ramadan. Biasanya megengan dimulai seminggu sebelum datangnya puasa.
Secara bergantian para warga berbagi makanan satu sama lain. Entah itu aneka kue kering dan basah, buah-buahan, maupun makanan berat. Misalnya, nasi kuning.
Namun, di antara sekian banyak makanan yang disajikan, apem harus ada dalam tradisi megengan. Apem dipercaya sebagai bentuk pengiringan kepada sesepuh atau orang-orang yang sudah meninggal. Yakni, dengan doa yang tersampaikan, mereka yang masih hidup berharap almarhum tenang di alam kuburnya. ’’Megengan sudah dilakukan sejak saya masih kecil. Mungkin sekarang sudah berjalan pada lima generasi,’’ kata Sabar.
Tradisi megengan selalu dilestarikan. Tujuannya, mengingatkan semua masyarakat kepada sesepuh serta tokoh-tokoh masyarakat yang telah mendahului. Agar tradisi tersebut tidak punah, berbagai upaya terus dilakukan.
Selain orang tua, karang taruna dan anak-anak dilibatkan dalam pelaksanaan megengan. Mulai membantu dalam proses pembuatan makanan hingga membagikannya kepada para tetangga.