JawaPos.com – Politikus PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno merespons kritik yang disampaikan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) dengan mengunggah meme Ketua DPR RI Puan Maharani berbadan tikus. Menurut Hendrawan, tindakan BEM UI tersebut tidak patut sebagai mahasiswa dan merendahkan akal budi.

Meme itu merupakan bentuk kritik BEM UI atas pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja oleh DPR RI.

“Rasanya kurang patut apabila mahasiswa menyampaikan umpatan-umpatan yang kurang terdidik, asal bunyi, merendahkan akal budi. Ajak wakil-wakil rakyat berdiskusi, berdebat, secara terbuka dan mendasar,” kata Hendrawan kepada wartawan, Kamis (23/3).

Hendrawan mengingatkan, mahasiswa bisa kembali bergerak dalam koridor dan etika akademik. Karena itu, mahasiswa seharusnya memahami substansi realitas secara komprehensif sehingga bisa tampil dengan memberikan kritik dan saran yang konstruktif.

“Itulah esensi peran dan kontribusi insan kampus dalam membangun peradaban bangsa, bukan melakukan umpatan-umpatan yang dangkal dan spekulatif. Dalam bahasa Jawa ada istilah ‘waton suloyo’, asal-asalan, yang penting beda dan menarik perhatian,” tegas Hendrawan.

Lebih lanjut, Hendrawan mengungkapkan, selama ini kritik dan masukan dari kampus, sangat diperhatikan dan dipertimbangkan DPR.

“Kunjungan kerja alat kelengkapan dewan (AKD), termasuk Badan Legislasi, sering ke kampus-kampus. Kami selalu berharap kampus memberi masukan secara lengkap dan mendalam,” ucap Hendrawan.

Sebelumnya, Ketua BEM UI Melki Sedek Huang mengungkapkan bahwa kritik keras dalam bentuk meme Puan tersebut merupakan bentuk kemarahan terhadap sikap DPR RI, yang tidak lagi berpihak pada rakyat. Menurut Melki, DPR RI seharusnya menghormati putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional.

“Saya rasa keseluruhan publikasi kami tersebut sudah menggambarkan kemarahan kami terhadap DPR hari ini,” ujar Melki kepada JawaPos.com, Kamis (23/3).

Menurut Melki, DPR sudah tidak layak lagi menyandang nama Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi lebih pantas menjadi Dewan Perampok, Penindas, ataupun Pengkhianat Rakyat.

“Melalui publikasi tersebut kami ingin sampaikan pada masyarakat untuk jangan berharap dan percaya banyak pada DPR saat ini. Karena bagi kami DPR tak lebih dari perampas hak masyarakat dan pelanggar konstitusi,” pungkas Melki.

By admin