JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan ini intens melakukan pengusutan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), yang dilakukan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Bahkan, KPK beberapa waktu lalu melakukan penggeledahan di rumah seorang pengusaha, bernama Dito Mahendra.
“Proses penyidikan saat ini masih terus dilakukan. Jadi, tentu dalam proses penyidikan ketika kami mengonfirmasi, kami hadirkan saksi, pasti kemudian banyak pertanyaan dalam BAP, banyak informasi yang kami peroleh, kan begitu ya. Sehingga kami tindak lanjuti ke lapangan dengan melakukan upaya paksa penggeledahan,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (23/3).
Ali menyampaikan, penggeledahan yang dilakukan di rumah Dito Mahendra di kawasan Senopati, Jakarta Selatan, Senin (13/3) guna mencari alat bukti kasus dugaan TPPU yang dilakukan Nurhadi. KPK juga tak menutup kemungkinan, mencari alat bukti lain terkait keterlibatan Dito Mahendra.
“Pertanyaannya apa yang dicari? Tentu ini bagian dari strategi, kalau saya sampaikan nanti akan terganggu proses penyidikannya yang dicari apa. Nanti kalau sudah ketemu pasti kami sampaikan,” tegas Ali.
Terkait temuan 15 pucuk senjata api di rumah Dito Mahendra, kata Ali, KPK telah berkoordinasi dengan Bareskrim Mabes Polri. Belasan senjata api itu juga sudah diamankan KPK dan diserahkan ke kepolisian.
“Tetapi yang pasti bahkwa ketika proses penggeledahan kemarin kami menemukan 15 pucuk senjata api tadi itu ya, dan saat ini sudah dikoordinasikan dengan pihak Mabes Polri untuk kemudian menelusuri legalitas dari senjata api di maksud,” ungkap Ali.
KPK sebelumnya pernah memeriksa Dito Mahendra pada Senin (6/2) lalu. KPK mendalami terkait adanya dugaan penerimaan uang dan sebuah mobil mewah yang berkaitan dengan Nurhadi.
Jeratan hukum TPPU kepada Nurhadi ini merupakan pengembangan dari kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung pada tahun 2011-2016. Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono sudah divonis enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh pengadilan tingkat pertama pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Nurhadi dan Rezky Herbiyono terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 13.787.000.000. Nurhadi juga terbukti menerima suap sebesar Rp 35.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto.
Keduanya tidak dijatuhkan hukuman tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 83.013.955.000 sebagaimana tuntutan Jaksa. Alasan itu, karena perbuatan Nurhadi dan Rezky tidak merugikan keuangan negara.
Nurhadi dan Rezky Herbiyoni terbukti menerima suap melanggar Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Keduanya juga terbukti menerima gratifikasi melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.