JawaPos.com – Koordinator Tim Astrofotografi Universitas Brawijaya (UB), M Fauzan Edipurnomo memperkirakan pada Ramadan tahun ini akan terjadi gerhana matahari. Itu sebagai akibat terjadinya konjungsi matahari dan bulan menjelang 1 Syawal 1444.
Menurut salah satu anggota Tim Astrofotografi UB, Eka Maulana, gerhana matahari total dapat diamati di Indonesia bagian Timur hingga tengah, sedangkan gerhana matahari parsial (sebagian) dapat diamati dari Indonesia bagian tengah hingga bagian barat.
“Fenomena gerhana matahari diperkirakan terjadi pada tanggal 20 April 2023,” kata Eka Maulana di Malang, Jawa Timur, Rabu (22/3).
Selain Eka Maulana, Tim Astrofotografi UB yang dikoordinatori oleh M Fauzan Edipurnomo itu juga beranggotakan Waru Djuriatno, M Aswin, A A Razak, dan beberapa Pranata Laboratorium Fakultas Teknik,
Eka menambahkan masyarakat yang berada di Indonesia bagian barat, khususnya Kota Malang, dapat menikmati gerhana matahari parsial ini mulai pukul 09.28 WIB hingga pukul 12.22 WIB.
“Puncak gerhana matahari terjadi pukul 10.52 dengan tingkat magnitute gerhana 67 persen. Total waktu gerhana dua jam 55 menit,” kata Eka.
Terjadinya gerhana matahari berpotensi dapat menyebabkan berkurangnya intensitas radiasi inframerah matahari yang jatuh ke lapisan ionosfer bumi.
Fenomena ini memungkinkan menurunnya jumlah foton yang merupakan gelombang elektromagnetik yang berada di atas bumi, dimana sifatnya sebagai gelombang elektromagnetik ini berperan sebagai media transmisi dalam pengiriman sinyal satelit, radio, HP, maupun sinyal perangkat komunikasi sejenis lainnya.
“Jika perangkat komunikasi ini tidak diset dengan ambang batas toleransi perubahan intensitas radiasi ini, ada peluang akan terpengaruh dalam pengiriman datanya. Perubahan radiasi ini besar kemungkinan juga dapat dirasakan oleh mahkluk hidup lain yang peka terhadap perubahan intensitas gelombang elektromagnetik, seperti hewan melata, burung, maupun jenis tanaman tertentu,” katanya.
Menghadapi fenomena ini, Eka dan tim menyarankan untuk selalu waspada terhadap segala bentuk perubahan iklim, cuaca, maupun fenomena alam lainnya.
“Fenomena ini adalah tanda-tanda alam dari sang Pencipta yang mestinya kita ambil pelajaran serta hikmahnya. Disarankan melihat gerhana matahari dengan filter matahari, sehingga tidak secara langsung radiasi sinar ini mengenai mata kita,” ujarnya.
Sementara itu, menanggapi awal Ramadan diperkirakan terjadi pada Kamis, 23 Maret 2023 antara metode hisab dan metode rukyatul hilal (NU). Menurut metode hisab, 1 Ramadan akan jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023, dengan posisi ketinggian hilal pada hari Rabu mencapai 7 derajat di kota Malang.
Sedangkan menurut metode rukyatul hilal dengan kriteria imkanur rukyat 1 Ramadhan 1444H diprediksi jatuh pada hari yang sama, Kamis (23/3) dengan kemungkinan bulan dapat dilihat terutama di Indonesia bagian barat jika langit cerah dengan tinggi hilal mencapai 8 derajat dan sudut elongasi lebih dari 9 derajat di kota Sabang pada hari sebelumnya.
Sedangkan Lebaran akan berbeda antara NU dan Muhammadiyah, metode hisab (MD) memutuskan 1 Syawal 1444H jatuh hari Jumat, 21 April 2023 dengan ketinggian hilal pada hari sebelumnya 1 derajat 47 menit 58 detik busur.
Sedangkan metode rukyatul hilal menggunakan kriteria imkanur rukyat pada hari tersebut, hilal kemungkinan besar belum bisa dilihat, karena masih di bawah kriteria MABIMS 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat, sekalipun diamati dari wilayah Indonesia bagian barat (Kota Sabang) dengan ketinggian hilal 1 derajat pada hari Kamis, 20 April 2023.
“Sangat besar kemungkinan bulan baru tidak bisa dilihat pada hari tersebut dengan alat bantu sekalipun, terlebih jika kondisi langit berawan. Sehingga, 1 Syawal berpotensi jatuh pada hari Sabtu (22 April 2022),” katanya.