JawaPos.com – Presiden Prancis Emmanuel Macron sejauh ini tetap bertahan. Dia lolos dari dua mosi tidak percaya oleh parlemen. Namun, imbas rencana reformasi atau perubahan usia pensiun membuat suhu politik di Prancis memanas.

CNN melaporkan, mosi pertama diajukan kelompok parlemen yang berjuluk LIOT. Kelompok tersebut mewakili sejumlah partai kecil. Hasil voting Senin (20/3), mosi itu mendapat dukungan 278 suara. Hanya kurang 9 suara untuk bisa mencapai angka mayoritas, yaitu 287 suara.

Pekan lalu, pemungutan suara kedua diajukan oleh partai sayap kanan National Rally. Namun, mosi tidak percaya itu kurang mendapat dukungan. Hanya 94 anggota parlemen yang memberi persetujuan. Menurut Ketua Majelis Nasional Yael Braun-Pivet, kegagalan dua pemungutan suara itu menjadi indikator bahwa parlemen juga menyetujui reformasi pensiun.

Meski begitu, para tokoh oposisi akan meminta Dewan Konstitusi untuk meninjau draf RUU sebelum diundangkan secara resmi. Hal itu membuka kemungkinan penolakan terhadap pasal-pasal dalam RUU tersebut jika tidak sejalan dengan konstitusi. Marine Le Pen, pemimpin sayap kanan, sudah mengajukan permintaan itu ke Dewan Konstitusi.

’’Salah satu kesulitan setelah mosi tidak percaya gagal adalah tidak ada solusi yang jelas untuk krisis politik, atau solusinya sulit ditemukan,’’ ujar Vincent Martigny, profesor politik dari University of Nice.

Selasa (21/3) Macron kembali menegaskan kepada para sekutunya bahwa dirinya berencana tetap mempertahankan pemerintahan, tidak akan membubarkan parlemen, atau menyerukan referendum tentang RUU pensiun. Tiga hal itu adalah tuntutan dari lawan-lawan politiknya. Sebaliknya, dia meminta para pendukungnya untuk memberikan ide dalam 2–3 minggu ke depan. Macron berhadap ada pandangan atas perubahan dalam metode dan agenda reformasi pensiun.

Keputusan pemerintah yang menggunakan kekuatan konstitusionalnya untuk mendorong RUU reformasi pensiun telah mengecewakan banyak legislator. Bahkan menyebabkan kemarahan berupa aksi-aksi massa di jalanan. Senin malam, polisi menangkap 234 orang di Paris. Saat itu massa bentrok dengan petugas keamanan. Beberapa kelompok peserta aksi membakar tempat sampah, sepeda angin, dan berbagai barang lainnya.

’’Reformasi diterapkan, tapi tidak dianggap sah di mata rakyat Prancis. Itu adalah sumber masalah, kepahitan, dan masih jauh dari penyelesaian,’’ ucap Jerome Jeffre, ilmuwan politik, kepada radio France Inter.

Dampak maraknya demo dan aksi mogok massal, Kota Paris yang dikenal akan kebersihannya belakangan karut-marut. Sampah di mana-mana, aksi vandalisme, serta banyak sisa aksi pembakaran massa. Bentrokan juga terjadi di kota lain seperti Dijon dan Strasbourg. Jalanan di pelabuhan utara Le Havre juga sempat terganggu akibat blokade massa.

By admin