JawaPos.com – Polda Metro Jaya telah melimpahkan berkas perkara, barang bukti, dan pelaku anak AG kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) kemarin (21/3). Proses hukum terhadap AG lebih cepat ketimbang dua tersangka penganiayaan David Ozora lainnya, Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas. Sebab, penyidik memproses AG dengan pendekatan sistem peradilan pidana anak serta Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak.
Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Trunoyudo Wisnu Andiko menyampaikan, UU Perlindungan Anak serta sistem peradilan pidana anak memiliki kekhususan batas waktu. ”Lebih cepat daripada sistem peradilan umum atau yang dikenakan kepada orang dewasa,” ujarnya. Karena itu, meski Dandy dan Shane diproses hukum lebih dulu, berkas perkara AG lebih cepat dilimpahkan.
Trunoyudo memastikan, penyidik terus melengkapi berkas perkara untuk tersangka Dandy dan Shane. Dia meminta semua pihak mengikuti dan menunggu proses tersebut. ”Tentunya Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya sudah secara maksimal, sudah secara prosedur mengacu pada sistem KUHP, sistem peradilan pidana, sistem peradilan pidana anak, dan sistem perlindungan anak tentunya,” bebernya.
Terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Jaksel Syarief Sulaeman Nahdi menyampaikan, pihaknya telah menerima pelimpahan berkas perkara AG sebagai pelaku anak atau anak yang berkonflik dengan hukum. Selanjutnya, mereka akan menyempurnakan surat dakwaan untuk kekasih Dandy tersebut. ”Dan tidak lama lagi kami akan melimpahkan perkaranya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” ungkap Syarief.
Setelah menerima berkas perkara, barang bukti, dan pelaku anak, Kejari Jaksel langsung menahan AG. Dia ditempatkan di lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial (LPKS). ”Jangka waktu penahanan untuk anak hanya lima hari,” imbuh Syarief. Lantaran AG masuk kategori anak di bawah umur, jaksa yang bekerja untuk memproses surat dakwaan juga khusus. ”Sebagian besar sudah memiliki sertifikasi dan kualifikasi sebagai jaksa anak,” ujarnya.
Syarief mengungkapkan, berkas perkara AG lebih cepat diproses ketimbang dua tersangka lain karena ada kekhususan dalam sistem peradilan pidana anak. Termasuk di antaranya masa penahanan yang sangat singkat. ”Otomatis (proses hukum terhadap pelaku anak) itu menjadi prioritas lebih dulu,” katanya.
Limitasi penahanan anak yang berkonflik dengan hukum juga tidak seperti pelaku tindak pidana lain. Setelah pelaku anak ditahan selama lima hari, lanjut Syarief, jaksa penuntut umum (JPU) hanya boleh memperpanjang masa penahanan selama tujuh hari. ”Jadi, masa penahanannya memang sangat-sangat singkat,” ujarnya.
Persidangan untuk anak yang berkonflik dengan hukum seperti AG juga dilakukan tertutup. ”Bahkan AG dan jaksa tidak boleh menggunakan atribut,” tambahnya.
Berkaitan dengan opsi diversi untuk AG, Syarief menyampaikan bahwa mekanisme tersebut memang tersedia bagi anak di bawah umur. Namun, korban atau keluarga korban harus menyetujui hal itu. ”Dalam hal itu, korban sudah memberikan surat yang menyatakan menolak penyelesaian perkara anak di luar proses pengadilan atau diversi,” jelasnya. Karena itu, AG harus tetap menjalani proses hukum sampai tuntas.