JawaPos.com–Meski kasus Covid 19 makin turun, kementerian kesehatan bersama pihak swasta terus berupaya menghadirkan pelayanan terbaik untuk masyarakat.
HIV dan TBC merupakan dua penyakit yang kasusnya masih terbilang tinggi. Penguatan program masih dilakukan hingga akhir 2030. Indonesia terhitung masih penyumbang kedua setelah India dalam kasus tersebut.
”Jadi, kami melakukan kolaborasi untuk mengatasi pencegahan dan mengurangi potensi penularan,” ujar Endang Lukitosari dari kementerian kesehatan dalam acara Recent Strategies in TB-HIV Management.
Dokter Endang menjelaskan, 25 persen kematian dari orang dengan HIV/AIDS (ODHA) disebabkan oleh TBC. Sebab, ODHA 30 kali lebih berisiko untuk sakit TBC dibandingkan orang yang tidak terinfeksi HIV.
”Jika ODHA dengan TBC tidak segera diobati dengan cepat, kematian akan lebih cepat. Supaya bisa diobati dengan cepat, perlu diagnosis dini,” ujar Endang.
President Director Abbott Rapid Diagnostics (ARDx) Indonesia Benny George menyatakan, tuberkulosis merupakan penyebab utama kematian ODHA karena bertanggung jawab atas satu dari tiga kasus kematian terkait AIDS.
”Dengan persentase 60 persen, kemungkinan orang dewasa yang terjangkit HIV positif akan tertular TB dalam dua tahun pertama setelah diagnosis dan sebanyak 50 persen kemungkinan anak yang hidup dengan HIV akan tertular TB dalam dua tahun pertama setelah diagnosis,” jelas Benny George.
Menurut Benny, selain itu, terdapat kasus pada 2020, beban tuberkulosis pada ODHA mengalami peningkatan pertama kali dalam lebih dari satu dekade karena Covid-19.
”Abbott meluncurkan alat deteksi antigen Uji Lipoarabinomannan Urine Aliran Lateral (LF-LAM) bagi penderita tuberkulosis aktif pada pasien yang terjangkit HIV,” imbuh Benny.
Di Indonesia, Uji LF-LAM bagi ODHA telah diatur dalam PNPK Kemenkes pada 2020 sesuai anjuran WHO. World Health Organization (WHO) menyatakan, tes dengan Uji LF-LAM melalui urine telah muncul sebagai tes point-of-care yang potensial untuk TB.
Lantas bagaimana dengan kondisi TBC di Surabaya? Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berkomitmen untuk melepaskan kungkungan penyakit tuberkulosis (TBC). Pemkot fokus pada upaya eliminasi kasus TBC dan berhasil melebihi target skrining nasional mencapai 79.632 (suspek) atau 130,96 persen (capaian terduga TBC) dari target kemenkes, yakni 60.804 kasus estimasi terduga TBC.
Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Sri Setyani menjelaskan kemenkes memberikan data estimasi pasien positif kasus TBC sebesar 11.209 di Kota Surabaya.
”Setelah diperiksa dari 79.632, sebesar 7.070 atau 63,07 persen yang terdiagnosis TBC sudah mendapatkan treatment coverage TBC per 14 Desember 2022. Data 7.070 itu terdiri atas warga Surabaya dan non Surabaya,” kata Sri.
Dinkes Kota Surabaya terus berupaya mencari atau melakukan proses skrining pada kasus dugaan TBC. Setelah melakukan skrining, para pasien yang kedapatan positif TBC akan dilakukan pengobatan secara rutin. Hasilnya, sebanyak 91,01 persen pada kasus TBC telah dinyatakan sembuh (treatment success rate TBC).