JawaPos.com – Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid membeberkan bahwa thrifting atau jual beli pakaian bekas impor mempengaruhi keberlangsungan produsen dan industri dalam negeri. Selain itu, ia juga mengungkapkan bahaya thrifting atau jual beli pakaian bekas impor. Menurutnya, meski terlihat sebagai bentuk konsumsi yang ramah lingkungan, tetapi thrifting memiliki dampak negatif pada kesehatan, lingkungan, dan ekonomi.
Ia menilai, kadang masyarakat membeli barang bekas hanya untuk memenuhi keinginan tanpa mempertimbangkan kebutuhan. Hal ini menyebabkan munculnya lebih banyak sampah yang harus diolah, mengonsumsi sumber daya yang tidak diperlukan.
“Selain itu, thrifting juga bisa mempengaruhi keberlangsungan industri. Membeli barang bekas
dapat mengurangi permintaan produsen dan brand pakaian dalam negeri, hingga kemudian menurunkan pendapatan produsen dan brand pakaian dalam negeri,” ujar Arsjad dalam keterangan tertulis, Selasa (21/3).
Arsjad menyebut ada industri yang terkena dampak dari transaksi ilegal ini termasuk pabrik, toko retail, dan juga para pekerja terkait dikeseluruhan rantai pasok di industri pakaian.
Arsjad mengimbau agar masyarakat lebih memahami bahwa dampak negatif thrifting pakaian bekas impor ilegal bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Dampak negatif dari tingginya jual beli pakaian bekas impor bahkan telah terjadi di Kenya dan Cile.
“Di Kenya, masuknya pakaian bekas impor ilegal secara drastis mengurangi jumlah tenaga kerja pada industri tekstil. Pada masa jayanya industri tekstil, 30 persen dari jumlah pekerja formal di Kenya dapat terserap di industri ini,” ujarnya.
Dampak ini terlihat dari industri tekstil yang sempat mempekerjakan lebih dari 200.000 pekerja tersebut kini hanya dapat menyerap kurang dari 20.000 pekerja karena tingginya jumlah impor pakaian bekas. Bahkan, di Cile, sebanyak 59.000 ton sampah tekstil yang dikirim dari seluruh penjuru dunia.
Menurut Arsjad, saat ini Indonesia memiliki banyak brand pakaian lokal yang memiliki kualitas mumpuni dan bahkan sudah merambah pasar global. Oleh karena itu, para pemangku kepentingan di Indonesia perlu fokus pada upaya dan kampanye bangga belanja dan mengenakan produk buatan Indonesia, bersama-sama mempromosikan produk terbaik UMKM tanah air.
“Mari bersama-sama mempromosikan produk-produk lokal yang berkualitas dan mendukung perekonomian kita. Dengan cara ini, kita dapat membangun industri pakaian Indonesia yang kuat dan berkelanjutan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tutup Arsjad.
Untuk diketahui, sejak 2015, pemerintah telah melarang adanya praktik impor pakaian bekas melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 51/2015. Artinya, selama ini thrifting atau jual beli pakaian bekas impor adalah sebuah transaksi jual beli yang ilegal karena pakaian bekas impor dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor masuk karena terkait dengan aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan.