JawaPos.com – Sejak 1 April 2021, Surabaya menyandang status universal health coverage (UHC). Dalam program tersebut, 95 persen warga Surabaya sudah terdaftar sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jumlah itu terus bertambah hingga sekarang akumulasi peserta BPJS Kesehatan tersebut mencapai persentase 100 persen.
Pemkot Surabaya pun saban tahun menggelontor anggaran ratusan miliar untuk menanggung iuran kepesertaan BPJS Kesehatan. Yakni, mereka yang berada di luar kategori pekerja penerima upah (PPU). Serta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI JK) yang bersumber dari APBN atau pemerintah pusat.
’’Rata-rata di atas Rp 400 miliar. Untuk 2023 ini, Pemkot Surabaya menganggarkan Rp 480 miliar,” ujar Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya Nanik Sukristina .
Dia mengatakan bahwa kepesertaan untuk warga Surabaya bisa ditanggung asalkan mau dirujuk ke fasilitas kelas III dan statusnya menjadi peserta PBI APBD. Bahkan, untuk berobat baik di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), faskes rujukan, atau bahkan saat ke fasilitas IGD, warga cukup menunjukkan KTP. Tidak perlu lagi mengaktifkan karena sudah otomatis terdaftar.
Termasuk saat warga yang sebelumnya berstatus peserta mandiri lalu tidak aktif. Mereka bisa mendapat layanan kesehatan dengan menggunakan kepesertaan yang ditanggung Pemkot Surabaya di kelas pelayanan tingkat III. Namun, hal itu tidak menghapus tunggakan atau piutang yang dimiliki peserta di kategori mandiri sebelumnya.
’’Bahkan, untuk bayi baru lahir bisa langsung didaftarkan kepesertaannya. BPJS Kesehatan pun sudah membuka kanal pendaftaran faskes. Sehingga yang baru lahir bisa langsung didaftarkan oleh faskesnya,” terang Nanik.
Nanik menyebut pelayanan yang diberikan bagi peserta PBI APBD pun tidak berbeda dengan pasien umum. Di FKTP seperti puskesmas, Nanik memastikan kualitas layanan terus menjadi perhatian dan diperbaiki. Apalagi, 99 persen pasien yang datang ke sana adalah pengguna BPJS Kesehatan.
’’Evaluasi tempat pelayanan terus menjadi perhatian kami. Juga, soal waktu pendaftaran secara online dan estimasi waktu pelayanan kami koreksi terus agar lebih tepat waktu. Dari sisi tenaga kesehatan terus kami tingkatkan, baik kualitas maupun kuantitasnya,” katanya.
Meski begitu, fenomena di masyarakat masih ada saja warga yang enggan memakai kepesertaannya untuk berobat secara gratis. Mereka memilih berobat dengan berbayar. Alasannya beragam, mulai khawatir ada diskriminasi pelayanan hingga dilempar antara satu faskes ke faskes yang lain.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya Hernina Agustin Arifin meyakinkan agar warga tidak perlu ragu dan takut untuk berobat dengan kepesertaan BPJS Kesehatan. Baik yang ditanggung Pemkot Surabaya maupun mandiri. Tidak akan ada diskriminasi dengan pasien umum.
’’Itu yang sekarang ini kami ingin yakinkan ke masyarakat bahwa tidak ada diskriminasi. Kami terus melakukan pengawasan dan evaluasi pelayanan di faskes yang menjadi mitra BPJS Kesehatan. Agar pelayanan bisa tetap terjaga sesuai standar yang ditetapkan saat menjalin kerja sama,” terangnya.
Bahkan, untuk memastikan hal tersebut, pihaknya melaksanakan pengawasan langsung ke lokasi pelayanan. Pegawai BPJS Kesehatan akan menjajal langsung pelayanan kesehatan di faskes tanpa menunjukkan identitas kepegawaiannya. Hal itu bertujuan untuk mengetahui apakah pelayanan sudah sesuai standar dan tanpa embel-embel biaya tambahan yang dikenakan kepada peserta.
Begitu juga soal keluhan pasien yang merasa sering dilempar antarfaskes. Ina, sapaan kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya, mengatakan bahwa hal itu terjadi karena dokter spesialis yang menjadi rujukan tidak berada di rumah sakit. Untuk itu, pihaknya sudah sering meminta agar faskes selalu meng-update keberadaan nakes mereka.
’’Kalau dokter tidak ada, di aplikasi seharusnya di-off-kan. Namun, sering kali faskes tidak mematikan fitur itu. Sehingga FKTP memberikan rujukan ke sana dan pasien kecele. Masalah ini yang terus kami selesaikan agar faskes juga bisa tertib,” katanya.
Karena itu, dia meminta agar peserta BPJS Kesehatan selalu memberikan masukan dan melapor bila ada maladministrasi yang dialami. Pihaknya memastikan akan selalu merespons cepat melalui berbagai kanal yang dimiliki BPJS Kesehatan.