Video Challenge Jadi Bikin Pemain Fokus Bertanding

Dengan bantuan 19 kamera, video challenge yang diterapkan sejak final four Proliga musim ini bisa me-review keputusan terkait lima hal. Idenya bermula dari seringnya pemain dan pelatih gusar karena merasa dirugikan wasit.

RIZKY AHMAD FAUZI, Kota Jogja

SET kelima, di grand final pula. Tentu saja tegang luar biasa. Karena itu, ketika smes pemain Bandung BJB Tandamata Madeline Guillen ”tampak” keluar, dengan segera Eko Waluyo, pelatih tim lawan, Jakarta Pertamina Fastron (JPF), memprotes.

Dia mengajukan challenge, fasilitas yang baru mulai diterapkan di final four Proliga musim ini. Hasilnya, bola pukulan Guillen ternyata benar masuk di area JPF. Eko pun legawa.

”Yang terpenting memang sportif. Jadi, penggunaan video challenge di musim ini menjadi terobosan bagus,” kata Eko seusai grand final putri yang akhirnya dimenangi BJB di GOR Amongrogo, Kota Jogja, Sabtu (18/3) lalu itu.

Proliga, liga voli paling prestisius di tanah air, di musim ini ternyata mendahului kompetisi sepak bola.

Saat Liga 1, liga sepak bola strata teratas Indonesia, baru sebatas berwacana, voli sudah lebih dulu menggunakan teknologi video challenge atau apa yang di lapangan hijau dikenal sebagai VAR (video assistant referee).

Bedanya, VAR di voli mirip di bulu tangkis: challenge diajukan oleh pelatih (kalau di badminton oleh pemain) mewakili tim atau para pemain. Jadi, bukan atas input dari wasit VAR seperti di sepak bola.

Tiap tim mendapat jatah dua kali challenge. Kalau successful, jatah challenge tidak berkurang. Tapi, kalau unsuccessful, otomatis jatah berkurang. Kalau kedua challenge gagal, tim tersebut tak punya kesempatan lagi. Persis di bulu tangkis.

Ketua PP PBVSI Imam Sudjarwo menceritakan, ide penggunaan video challenge datang karena seringnya dia melihat kegusaran para pelatih dan pemain saat merasa dirugikan sebuah keputusan wasit. Dia berpikir bagaimana bisa menghilangkan kegusaran atau kecurigaan tersebut.

”Belum ada sih yang protes langsung ke saya. Tapi, kalau nonton langsung (Proliga) sering melihat itu (protes tim yang merasa dirugikan, Red),” ujar purnawirawan polisi tersebut kepada Jawa Pos di GOR Amongrogo kemarin (19/3).

Lalu tercetuslah ide menggunakan video challenge. Penerapannya membutuhkan bantuan 19 kamera yang terpasang di sekitar lapangan. Mulai di setiap garis lapangan, net, hingga di belakang area.

Adanya video challenge di Proliga 2023 ini telah mendapat izin dari Federasi Bola Voli Asia (AVC). Mayoritas operator video challenge ini juga dijalankan para anggota AVC sendiri yang banyak berasal dari Thailand.

Raditya Darwis, penanggung jawab video challenge di Proliga 2023, menyebutkan, begitu ada tim yang meminta challenge, akan di-review videonya oleh wasit challenge yang bertugas. ”Kalau sudah dapat (review videonya), wasit challenge yang memutuskan hasilnya apa. Setelah itu baru ditampilkan dan wasit 1 ambil keputusan sesuai dengan hasilnya,” papar dia.

Untuk pemasangan kamera dan lainnya, mulai dikerjakan H-3 menjelang final four. Butuh waktu dua hari untuk bisa menyelesaikan semua. Ada sepuluh orang yang bertugas untuk instalasi, sedangkan dua lainnya sebagai operator yang semuanya dari Thailand.

Sejak digunakan, Raditya mengaku masih mengalami beberapa kendala. Apalagi di penggunaan kali pertama ini. ”Jadi, wasit sama ofisial dan pemain belum benar-benar memahami regulasinya,” ucap dia.

Namun, semua pihak bisa memahami kekurangan itu. Raditya sendiri mengaku tak kesulitan karena latar belakangnya sebagai wasit. Dia sudah mengenal teknologi yang telah banyak digunakan di ajang voli internasional tersebut sejak 2019.

Di balik semua kekurangan tadi, Raditya menyatakan bahwa semua pihak puas. Mulai pemain, pelatih, ofisial, penonton, hingga wasit. Bagi wasit sendiri, lanjut Raditya, adanya video challenge jelas melegakan. Karena menjauhkan mereka dari tudingan miring tiap kali ada keputusan yang dianggap merugikan salah satu pihak.

Di musim ini sudah ada beberapa item yang bisa di-challenge. Salah satunya untuk mengetahui foul in/out seperti kasus di grand final putri tadi. Selain itu, ada pula block touch, net fault, antenna touch, dan foot fault.

Pada Proliga 2024, di mana video challenge akan diterapkan sejak awal musim, bakal ada penambahan floor touch. Ini item untuk mengetahui apakah bola sudah menyentuh lantai atau belum sebelum diambil pemain. ”Tapi, itu berarti nambah kamera menjadi 23,” ucapnya.

Di musim ini semua alat dipinjam dari Thailand. Karena itulah, baru mulai final four, video challenge diterapkan. Namun, di musim depan, Imam memastikan bahwa pihaknya bakal menggunakannya sejak awal musim. ”Tahun depan insya Allah sudah punya sendiri. Biayanya sekitar Rp 2–3 miliar,” ujarnya.

By admin