JawaPos.com – Pengamat ekonomi Universitas Pendidikan Nasional Denpasar, Bali, Prof Ida Bagus Raka Suardana mengusulkan agar pemerintah mengenakan pajak penghasilan (PPh) melebihi ketentuan, terhadap omzet penjualan pakaian bekas. “Bila perlu pajak ditinggikan agar bersaing dengan produk lokal,” kata Raka Suardana, dikutip dari Antara, Senin (20/3).
Selain itu, ia mengusulkan agar pemerintah memeriksa legalitas usahanya. Upaya itu dilakukan agar saat dilakukan penindakan tidak serta-merta hanya menyita dan memusnahkan pakaian bekas.
Adapun sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, PPh final sebesar 0,5 persen untuk wajib pajak tertentu yang memiliki peredaran bruto (omzet) maksimal Rp4,8 miliar setahun.
Senada dengan Raka Suardana, pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira juga mengusulkan kepada pemerintah agar memberikan kompensasi kepada pedagang pakaian bekas skala kecil dan mencari solusi supaya mereka bisa beralih menjual produk lokal pakaian jadi.
Sedangkan pakaian bekas yang disita pemerintah, kata dia lagi, masih bisa diberikan ke korban bencana alam dan orang miskin. “Jangan langsung dimusnahkan, sementara banyak orang miskin tidak mampu beli baju,” katanya pula.
Upaya itu, kata dia, perlu dilakukan sebagai solusi kepada pedagang kecil karena transaksi pakaian bekas atau thrifting sudah ada di Tanah Air sejak 1990. Menurut dia, meski pakaian bekas, namun pasar masih berminat membeli komoditas tersebut karena produk pakaian jadi lokal kurang bersaing baik dari segi kualitas dan harga.
Pemerintah, ujar dia lagi, bisa membantu menaikkan kualitas dan menekan biaya produksi pakaian jadi lokal dengan pembiayaan murah, pendampingan dan upaya promosi bersama. Direktur Celios itu menambahkan, saat ini tingkat suku bunga industri tekstil yang sifatnya korporasi di atas 10 persen.
Sedangkan bunga untuk UMKM bervariasi yakni ada di kisaran 15-30 persen per tahun. “Bandingkan suku bunga pinjaman di Tiongkok hanya 4-5 persen dan Vietnam 7-8 persen. Jadi sulit head to head karena bunga pinjaman dalam negeri mahal,” katanya pula.
Pemerintah melarang impor pakaian bekas yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 tahun 2021 tentang barang dilarang ekspor dan impor.