JawaPos.com – Meski tampak kesakitan pada lutut kirinya, Mohammad Ahsan memaksakan untuk menyelesaikan pertandingan dalam kondisi championship point bagi Fajar Alfian/Rian Ardianto. Dia ingin pasangan berakronim FajRi itu bisa menang dengan angka 21.
Ya, Ahsan bersama Hendra Setiawan memang gagal meraih gelar All England 2023. Mereka kalah oleh FajRi yang tidak lain adalah juniornya dengan skor 17-21, 14-21 saat berhadapan di Utilita Arena, Birmingham, tadi malam (19/3).
Namun, perjuangan pasangan berjuluk The Daddies itu patut diacungi jempol. Dengan mengeluarkan kemampuan yang dipunya sampai akhir. Bahkan dalam kondisi Ahsan cedera sekalipun. ”Saya tidak tahu seberapa parah. Kami putuskan untuk terus bermain karena tinggal satu poin lagi di lawan. Bagaimana sih menyerah tinggal satu poin. Bersyukur walau kalah di final bisa tunjukkan kemampuan,” tutur Hendra.
Dia mengakui, dari segi fisik memang sulit baginya bisa mengejar permainan Fajar/Rian. ”Mereka juga bagus tidak gampang mati. Mainnya safe. Saya ucapkan selamat untuk Fajar/Rian agar mereka bisa ke depannya,” ucapnya.
Bagi The Daddies, ini menjadi back-to-back gagal di final All England. Pada edisi 2022, mereka takluk kepada Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana (19-21, 13-21). Meski begitu, All England menjadi turnamen yang bersejarah bagi Hendra/Ahsan. Sebab, ganda putra ranking ketiga dunia itu sudah empat kali menginjakkan kaki di final turnamen bulu tangkis tertua di dunia tersebut dan sukses membawa pulang dua gelar. Yaitu pada edisi 2014 dan 2019.
Sementara itu, bagi FajRi, gelar juara All England tadi malam membuktikan bahwa mereka pantas berada di ranking pertama dunia sektor ganda putra. Itu adalah gelar All England pertama mereka.
FajRi tidak bisa menutupi kebahagiaan atas gelar juara tersebut. Apalagi, pada edisi tahun lalu mereka kalah di babak pertama. Namun, di saat bersamaan, mereka juga sedih dengan cedera Ahsan. ”Luar biasa senang. Tapi, di satu sisi, kami sedih juga karena di poin-poin akhir Bang Ahsan sempat cedera. Semoga segera pulih dan bisa kembali berkompetisi nantinya,” harap Rian.
Fajar menambahkan, gelar All England terasa luar biasa karena banyak rintangan sebelum berangkat berkompetisi. Dia sempat cedera pinggang sepulang dari kejuaraan Asia beregu di Dubai. Persiapan menuju All England sedikit terganggu proses recovery. ”Cukup mengganggu persiapan, makanya sedikit tidak menyangka bisa juara.”
Selanjutnya, FajRi membidik target baru, yakni di kejuaraan Asia dan kejuaraan dunia. Pelatih ganda putra Herry Iman Pierngadi menuturkan, secara teknis, FajRi lebih matang dan safe. ”Penempatan bola dan lain sebagainya. Dulu kan terkenal sering melakukan kesalahan sendiri, baik Fajar maupun Rian juga,” katanya.
Juru taktik yang kerap dijuluki coach Naga Api itu menambahkan, dilihat dari sisi mental, FajRi terlihat lebih percaya diri. ”Di All England ini kelihatan sedikit goyah saat babak pertama, tapi mereka bisa keluar dari tekanan,” ujarnya.
Herry melihat FajRi sudah mulai konsisten. ”Walau dikasih tanggung jawab sebagai ujung tombak Indonesia dan pemain ranking kesatu dunia, mereka bisa lepas dari tekanan. Itu perubahan signifikan dari mereka,” ucapnya.
Asisten pelatih ganda putra Aryono Miranat menambahkan, Fajar merupakan tipikal pemain yang membawa enjoy. ”Tapi, jiwa tidak mau kalahnya besar. Saat juara di Malaysia Open dan menjadi pemain nomor satu dunia, kepercayaan dirinya naik dan pintar menganalisis permainan. Untuk Rian sekarang dia mulai bisa konsisten permainannya,” terang dia.
Soal Ahsan/Hendra yang konsisten dua kali beruntun ke final, Herry menyatakan bahwa pemain senior itu sudah mapan dan matang di segala hal.