Punya Perangkat USG, Puskesmas Bersinergi dengan Obgin

Angka kematian ibu (AKI) dan tengkes alias stunting adalah permasalahan bangsa. Meski berkaitan erat dengan kehamilan dan perawatan anak, dua masalah itu bukan sekadar urusan perempuan. Suami, keluarga, masyarakat, dan pemerintah punya peran penting untuk menyelesaikannya.

SAMPAI saat ini, AKI rata-rata Indonesia tercatat 305 per 100.000 kelahiran. Sedangkan persentase anak tengkes berdasar laporan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 berkisar 21,6 persen. Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan AKI pada kisaran 70 per 2030 nanti. Sementara itu, angka tengkes harus bisa ditekan sampai 14 persen pada 2024.

Pemerintah mengupayakan berbagai cara untuk mencapai target AKI dan tengkes tepat waktu. Jokowi meminta semua puskesmas punya perangkat USG dan semua posyandu punya antropometri kit. Perangkat USG diperlukan untuk memeriksa ibu hamil dan antropometri kit digunakan untuk mengukur tumbuh kembang balita.

Pada Oktober lalu, Puskesmas Tegalrejo di Kelurahan Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo, Kota Jogjakarta, mendapatkan bantuan perangkat USG. Di puskesmas, pemeriksa ultrasonografi adalah dokter umum. ’’Kalau ada keganjilan, baru dirujuk ke faskes yang lebih tinggi,” kata Sumono Nurhadi Putranto, dokter umum di Puskesmas Tegalrejo, saat dijumpai Jawa Pos beberapa waktu lalu.

Sumono merupakan salah satu dokter umum yang mendapatkan pelatihan blended learning dan pendampingan oleh spesialis obstetri dan ginekologi (obgin). Dia pernah mendapati pasien yang diduga janinnya tidak berkembang optimal pada trimester pertama kehamilannya. Dia pun langsung merujuk pasien tersebut ke dokter obgin agar segera mendapatkan penanganan lanjutan.

Puskesmas Tegalrejo juga telah bekerja sama dengan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) serta RSUP dr Sardjito yang merupakan rumah sakit tipe A. Kementerian Kesehatan merilis peraturan baru terkait ibu hamil pada Oktober lalu. Disebutkan, para ibu hamil setidaknya harus enam kali memeriksakan kandungannya. Dua di antaranya dilakukan oleh dokter dengan bantuan perangkat USG. Di puskesmas, tugas itu dilakukan oleh dokter umum.

Christina Adiratna Rahman memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Tegalrejo pada 9 Februari lalu. Itu merupakan pemeriksaan USG-nya yang ketiga. Namun, perempuan yang tengah mengandung 32 pekan itu baru sekali periksa USG di puskesmas. Dua kali sebelumnya, dia periksa di RS swasta. “Yang di rumah sakit itu gambarnya tidak jelas. Saya kaget di sini kok lebih bagus,” katanya tentang pemeriksaan USG.

Di Kabupaten Bantul, ada kebijakan yang mengharuskan dokter spesialis kandungan mendampingi puskesmas dalam pemeriksaan ibu hamil. Menurut Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinkes Bantul Siti Marlina, ada grup khusus untuk obgin dan puskesmas. ’’Satu dokter obgin mengampu tiga puskesmas,” ujarnya.

CEK SI KECIL: Hasil USG bisa diterima pasien lewat e-mail. (FERLINDA PUTRI/JAWA POS)

Di Kabupaten Sleman, pihak berwenang membuat pedoman rujukan maternal-neonatal dengan tujuan memperlancar proses rujukan. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Sleman Esti Kurniasih mengatakan bahwa pedoman itu tidak hanya ditujukan untuk para klinisi, tapi juga BPJS Kesehatan. ’’Sehingga pembiayaan untuk rujukannya sudah diatur juga,” ungkapnya.

Esti juga memamerkan inovasi Pecah Ranting Hiburane Rakyat. Program itu adalah akronim dari pencegahan rawan stunting, hilangkan gizi buruk, tingkatkan ekonomi rakyat. Program yang lahir kala pandemi Covid-19 itu mengorkestrasi semua pihak agar terlibat aktif. Dinas Sosial Kabupaten Sleman pun ikut menggerakkan sistem bantuan jaring pengaman sosial.

“Semua harus digerakkan karena urusan kesehatan itu tidak hanya milik satu instansi atau satu pihak saja,” tuturnya.

By admin