Tak Adil, Koalisi Masyarakat Sipil Desak KY Periksa Hakim
JawaPos.com – Putusan ringan terhadap para terdakwa kasus tragedi Kanjuruhan terus mendapat sorotan. Selain dorongan agar jaksa melakukan upaya hukum lanjutan, ada permintaan agar hakim yang mengadili perkara tersebut diperiksa.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengingatkan bahwa putusan Pengadilan Negeri Surabaya belum memenuhi rasa keadilan bagi korban. Karena itu, jaksa penuntut umum (JPU) perlu melakukan upaya hukum lanjutan seperti banding dan kasasi.
Sebagaimana diketahui, PN Surabaya memvonis bebas dua di antara tiga terdakwa polisi dalam kasus tragedi Kanjuruhan. Yakni, eks Kabagops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan eks Kasatsamapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi. Perbuatan kedua terdakwa dianggap tidak berkaitan dengan meninggalnya 135 Aremania, 24 korban luka berat, dan 623 orang luka ringan dalam tragedi itu.
Hanya eks Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan yang dinyatakan terbukti bersalah. Namun, dia dihukum ringan, yakni pidana 1,5 tahun penjara.
Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mengungkapkan, pihaknya sangat menyayangkan putusan ringan itu. Terutama putusan bebas untuk dua terdakwa dari pihak kepolisian. Selain belum memberikan rasa keadilan, putusan ringan tersebut tak sejalan dengan temuan Komnas HAM di lapangan.
Fakta yang ditemukan, antara lain, penembakan gas air mata yang dilakukan secara beruntun dalam jumlah banyak. Juga, tidak adanya upaya menahan diri untuk menghentikan tembakan meski sebagian besar penonton sudah keluar dari lapangan.
Fakta berikutnya, penembakan gas air mata tidak sekadar diperuntukkan menghalau penonton yang masuk ke lapangan, namun turut diarahkan untuk mengejar penonton dan ditembakkan ke arah tribun penonton. Khususnya tribun 13. Itu memicu kepanikan penonton dan membuat mereka berdesakan keluar stadion dengan mata perih, kulit panas, dan dada terasa sesak.
Uli menegaskan, tiga terdakwa polisi punya kapasitas mencegah penembakan gas air mata. Mereka juga punya kapasitas mengendalikan situasi lapangan. Terutama mencegah personel kepolisian di lapangan agar tidak melakukan tindakan berlebihan (excessive use of force). ”Namun, hal itu tidak dilakukan (para terdakwa polisi, Red),” jelasnya kemarin (18/3).
Fakta-fakta hasil pemantauan dan penyelidikan di lapangan tersebut, lanjut Uli, sudah dikirimkan ke PN Surabaya melalui mekanisme amicus curiae (teman pengadilan). Hal itu bertujuan agar majelis hakim memvonis para terdakwa dengan hukuman maksimal. Sayang, fakta-fakta tersebut sepertinya tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim dalam menjatuhkan hukuman.
Uli menambahkan, pihaknya tentu menghargai putusan hakim. Karena itu, Komnas HAM mendorong agar JPU melakukan upaya hukum lain guna memastikan keadilan bagi para korban bisa tercapai. Putusan ringan tersebut, tegas Uli, harus diperiksa ulang. ”Agar putusan nantinya dapat mengakomodasi restitusi, kompensasi, serta rehabilitasi (untuk korban, Red),” paparnya.
Sementara itu, Kejagung siap menempuh upaya kasasi atas vonis bebas dalam kasus tragedi Kanjuruhan. ”Terkait dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya terhadap terdakwa Bambang Sidik Achmadi dan terdakwa Wahyu Setyo Pranoto yang divonis bebas, jaksa penuntut umum menyatakan upaya hukum kasasi,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya kemarin.
Sedangkan terkait vonis ringan terdakwa Hasdarmawan serta dua sipil, yakni Abdul Haris (ketua panpel) dan Suko Sutrisno (security officer), pihaknya akan mempelajari terlebih dulu sebelum mengambil langkah banding.
Terpisah, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Dirkrimum Polda Jatim melakukan penyelidikan dan penyidikan kembali untuk menemukan tersangka baru kasus Kanjuruhan. Utamanya aktor lapangan yang menjadi pelaku penembakan gas air mata.
Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil meminta Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) memeriksa majelis hakim PN Surabaya yang mengadili perkara Kanjuruhan. Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan guna menelisik dugaan pelanggaran kode etik para hakim yang memvonis ringan para terdakwa.
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil M. Praswad Nugraha menyebut putusan ringan, bahkan dua terdakwa divonis bebas, menunjukkan betapa suramnya penegakan hukum di Indonesia.