JawaPos.com – Sikap tegas Kejaksaan Agung (Kejakgung), yang tidak akan menggunakan restorative justice (RJ) atas kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy sudah tepat.
Hal itu ditegaskan, Pakar Hukum Tata Negara, Hibnu Nugroho, mengatakan Peraturan Kejaksaan Agung sudah tegas mengatur bahwa restorative justice hanya untuk pidana ringan.
“Sudah tepat itu (memastikan tidak ada restorative justice untuk Mario Dandy). Karena kalau restorative justice justru akan menyalahi Peraturan Kejaksaan Agung,” kata Hibnu, Minggu (19/3).
Hibnu juga mengatakan, sesuai dengan peraturan Kejaksaan Agung sudah ditegaskan bahwa restorative justice untuk tindak pidana ringan. Sementara kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy adalah tindak pidana berat.
“Hukumannya berat. Perencanaan (penganiaayaan direncanakan) lagi,” ungkap Hibnu.
Belum lagi, lanjut Hibnu, pihak keluarga juga menolak tawaran damai.
“Kalaupun pihak keluarga korban menerima, negarapun belum tentu bisa menerima,” ungkapnya.
Sementara itu, menanggapi kemungkinan tersangka AG yang masih kategori anak, apa bisa direstorative justice? Menurut Hibnu, sebenarnya anak memungkinkan untuk restorative justice. Tapi ini bagi perkara yang ancamannya di bawah 7 tahun penjara.
“Sementara AG sendiri, kata Hibnu, dijerat dengan pasal penganiayaan berat yang anacaman hukumannya di atas 7 tahun,” kata dosen Fakultas Hukum Unsoed Purwokerto ini.
Dalam kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy, kata Hibnu, yang harus dilihat adalah perkara ini adalah tindak pidana penganiayaan berat. Sehingga sulit untuk melakukan restorative justice karena menyalahi Peraturan Kejaksaan.
“Kuncinya ada di Jaksa Agung apakah dikabulkan atau tidak dikabulkan,” ungkapnya.