JawaPos.com — Pendapatan karbon bakal dinikmati perusahaan yang turut aktif melakukan transisi energi. Salah satunya emiten PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) memiliki pos pendapatan baru dari hasil perdagangan karbon.
“Untuk pertama kalinya pada 2022, Pertamina Geothermal Energy (PGE) mencatatkan pos pendapatan baru dari penjualan carbon credit. Ini membuktikan bahwa operasional PGE telah mendapatkan sertifikasi dari berbagai lembaga karbon kredit sehingga PGE berhak untuk memonetisasi atas penjualan karbon kredit dari operasional PGE,” ujar Direktur PGEO Nelwin Aldriansyah dalam pernyataan resminya, Jumat (17/3/2023).
Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mencatat perdagangan karbon di Indonesia dapat menembus USD 300 miliar atau sekitar Rp 4.625 triliun (asumsi kurs JISDOR BI Rp15.418 per USD) per tahun, yang berasal dari kegiatan menanam kembali hutan yang gundul hingga penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun sudah resmi meluncurkan perdagangan karbon, di mana mulai 2023, perdagangan karbon dilakukan di subsector pembangkit tenaga listrik secara mandatory.
Perdagangan karbon dilakukan pada unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW. Perdagangan karbon itu sendiri diimplementasikan melalui 2 mekanisme, yaitu perdagangan emisi dan offset emisi.
Sejumlah strategi dan upaya monetisasi terus dilakukan PGE untuk mengawal kinerja keuangan tetap solid dengan misalnya menjaga pendapatan, EBITDA margin maupun profit margin yang stabil hingga rasio utang yang terjaga.
Pada kuartal III/2022, Pertamina Geothermal Energy membukukan laba bersih sebesar USD 111 juta, tumbuh 67,8% dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 66 juta. Pendapatan perseroan hingga September 2022 sebesar USD287 juta, tumbuh 3,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 277 juta.
Sementara itu, total utang PGE (utang jangka pendek dan jangka panjang) juga terus menurun, dari USD 1,18 miliar pada 2019 menjadi USD 931 juta pada kuartal III/2022.
Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury juga telah mendorong BUMN untuk mulai melakukan perdagangan karbon, kegiatan jual beli kredit karbon (carbon credit), di mana pembeli menghasilkan emisi karbon yang melebihi batas yang ditetapkan.
Kredit karbon adalah representasi dari hak bagi sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya. Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2).
Indonesia menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Sektor strategis yang menjadi prioritas utama adalah sektor kehutanan, energi dan transportasi yang telah mencakup 97% dari total target penurunan emisi NDC Indonesia.
Pahala menambahkan, ada banyak standar pemeringkatan dalam penilaian karbon. Namun, yang paling banyak dilakukan adalah standar nilai karbon yang diterapkan oleh Verra. Nilai carbon offset yang diperdagangkan nilainya sekitar US$20-40. BUMN bisa melakukan uji coba dengan harga setengahnya sebagai acuan.
“Kita melihat kolaborasi antara BUMN sendiri untuk membangun kerja sama dalam menghasilkan energi dan menurunkan emisi bisa dilakukan. BUMN kita juga bisa kerja sama dengan negara lain. Pada intinya, bagaimana BUMN bisa bersama-sama melakukan transisi energi,” jelas Pahala.