JawaPos.com – Perkembangan teknologi harus diikuti dengan cepat oleh perguruan tinggi swasta. Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah VII Jawa Timur menyoroti digitalisasi yang perlu dikejar dalam teknologi pendidikan.
’’Kampus harus adaptif. Termasuk di bidang perkembangan teknologi dan digitalisasi,’’ tutur Ketua APTISI Wilayah VII Jawa Timur Prof Dr H Suko Wiyono SH MH.
Melalui Musyawarah Wilayah VI APTISI Wilayah VII Jawa Timur Sabtu (18/3), pertemuan 360 perwakilan dari kampus swasta itu membahas masalah dan solusi yang ditemui saat ini.
’’Misalnya, digitalisasi ini kan belum merata. Ada yang sudah berkembang sekali, ada yang belum,’’ ucap Suko saat ditemui di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) Sabtu.
Perbedaan tersebut disikapi dengan kolaborasi. Selama dua tahun terakhir, perguruan tinggi swasta (PTS) dengan kemampuan lebih bekerja sama untuk membantu pembelajaran PTS yang belum optimal. ’’Ini bukan hanya untuk digitalisasi, tapi juga bidang lain ya,’’ jelasnya.
UWKS, misalnya, membantu pembentukan dan persiapan beberapa kampus yang ingin mendirikan fakultas kedokteran. ’’Karena kami sudah mendirikan terlebih dulu. Jadi, ada beberapa PTS maupun PTN yang kami bimbing pendiriannya,’’ terang Rektor UWKS Prof Dr H Widodo Ario Kentjono dr SpTHT-KL (K) FICS.
Suko mengatakan, kolaborasi itu dimaksudkan untuk saling mengangkat kualitas PTS di berbagai wilayah di Jatim. Terlebih, saat ini kualitas kampus makin disorot. ’’Adanya Merdeka Belajar Kampus Merdeka juga digunakan untuk mendorong kualitas. Banyak pendanaan yang bisa dimanfaatkan kampus,’’ ujar pria yang sudah menjabat ketua APTISI Wilayah VII Jatim selama 12 tahun itu.
Kontribusi kampus swasta dalam masyarakat juga menjadi sorotan dalam pertemuan tersebut. Saat membuka acara, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa berharap kampus bisa berdampak terhadap masyarakat luas.
’’Misalnya, melalui kuliah kerja nyata (KKN), mahasiswa membantu edukasi terkait pengukuran stunting yang benar di daerah-daerah,’’ katanya.
Selama ini, dia kerap menemukan kasus stunting yang perhitungannya belum baku. ’’Jadi, hanya terindikasi stunting. Pas dicek tidak masuk kategori pendek. Nah, ini perlu edukasi terkait pengukuran,’’ imbuhnya.