Hiruk pikuk Jalan Raya Porong akan berubah 180 derajat saat kendaraan berbelok ke arah timur melewati rel kereta api menuju desa bernama Mindi. Setelah belok ke Jalan KH Marzuki, tak tampak aktivitas manusia. Yang ada hanya aroma belerang khas lumpur Porong yang sangat terasa.
—
DESA itu hanya berjarak kurang dari 1 kilometer dari tanggul sisi selatan. Karena masuk zona berbahaya, warga diminta meninggalkan wilayah tersebut. Karena itu, tampak beberapa bangunan rumah warga dan musala yang terbengkalai.
Setelah melewati rel kereta, barulah kesan desa mati bisa disematkan ke wilayah tersebut. Tampak semak belukar tumbuh di sepanjang jalan menuju ke desa yang sudah ditinggalkan sekitar tujuh tahun yang lalu itu.
Sekitar 50 meter dari rel di sisi kiri jalan menuju arah timur, terlihat bangunan SDN Mindi 1 yang dalam kondisi tak terawat. Tanaman liar tumbuh subur di halaman sekolah yang sudah tutup sejak 2020 itu. Kondisi tersebut membuat siapa pun yang menengok akan merasakan aura yang tidak nyaman.
Dari SDN Mindi 1 tampak juga balai desa yang dalam kondisi terbengkalai. Saat mencoba masuk ke dalam halaman balai desa, rumput liar setinggi 1 meter langsung menyambut. Beberapa ruangan perangkat desa juga terlihat tidak terawat dengan plafon jebol dan pintu yang reyot. Namun, di seberang balai desa ada sebuah masjid yang masih berdiri. Kondisinya lumayan bersih.
Sutiyah, salah satu warga sekitar, mengatakan, meski sepi, terkadang masjid tersebut masih digunakan beberapa orang. Sebab, masih ada warga yang beraktivitas di kawasan itu meski tak banyak. Mereka tak tinggal di situ, tapi rata-rata membuka lapak di pinggir jalan. Jalan Desa Mindi sering digunakan sebagai jalan tembusan menuju Jabon, terutama oleh para pemotor.
”Gak mati masjidnya. Di sini itu masih ada beberapa warga meski ya rumahnya semipermanen gini,” ungkap Sutiyah yang juga pemilik warung. Wanita 60 tahun tersebut dulu adalah warga Mindi, yang kemudian harus pindah karena wilayah itu merupakan area terdampak lumpur. Dia lantas kembali ke Mindi untuk membuka warung kopi kecil pinggir jalan. Sutiyah hanya buka sampai sore. Malam dia balik ke rumah.
Sutiyah tidak menampik bahwa wilayah sekitar Desa Mindi yang terdampak lumpur Porong memiliki kesan mistis tersendiri. Dulu, pada awal Desa Mindi ditinggalkan, rasa takut untuk berjualan masih ada. ”Awal gak ada orang. Saya jualan itu sepi, sampai magrib akhirnya saya tutup. Terasa seperti ada yang mengawasi dari rumah-rumah kosong waktu itu,” ungkapnya. Lambat laun Sutiyah mulai terbiasa dengan kondisi sepinya desa tersebut.
Di sisi lain, Rafi Adzani, salah seorang warga sekitar Desa Mindi, mengungkapkan bahwa salah satu temannya dan para pemancing yang lewat untuk memancing di Sungai Porong sering mendapatkan pengalaman mistis. Salah satu yang paling sering terjadi adalah penampakan pocong di salah satu rumah setelah masjid. ”Iya, di rumah kosong terbengkalai itu, kadang ada yang lihat putih-putih lewat masuk ke hutan sengon,” kata pria 23 tahun tersebut.
Menurut Rafi, rumah itu tidak dibongkar karena pada sekitar tahun 2018 masih ada warga yang menghuni. Dia sering mendengar warga yang hendak memancing lewat jalan tersebut melihat pocong saat menoleh ke rumah yang dimaksud.
Rafi sendiri memiliki salah satu pengalaman aneh yang masih belum diketahui apakah itu manusia atau bukan. Saat itu, sekitar tahun lalu, tepatnya habis magrib, dirinya dengan seorang teman berboncengan menaiki motor melewati Desa Mindi menuju Jabon untuk nongkrong. Saat melewati rel dan melintas di sekitar bekas balai desa, mereka mendengar suara gerobak berjalan cukup keras dari arah belakang.
”Ada bunyi ting-ting, aku pikir gerobak bakso,” ungkap Rafi. Keduanya pun berhenti untuk mencegat bakso dan berniat membungkusnya untuk dimakan saat nongkrong.
Saat berhenti dan menengok ke belakang, keduanya malah tidak mendapati adanya rombong bakso. ”Warung juga tutup di depan SD itu. Kami bingung, mana lumayan gelap kan,” kata dia. Akhirnya keduanya melanjutkan perjalanan.
Selepas beberapa detik setelah berjalan, Rafi mendengar lagi suara mangkuk yang berdenting, juga gerobak berjalan. Tapi, saat ditengok kembali, tidak ada orang satu pun seperti sebelumnya. ”Ini gak tahu apa ya, yang pasti saat itu sepi dan itu masih teringat di saya,” ungkapnya.