JawaPos.com–Dian Eka Sari, 38, pemilik warung makan Restu Bunda di Jalan Ahmad Yani berharap tunggakan uang makan dari beberapa mandor proyek Masjid Raya Sheikh Zayed senilai Rp 145 juta segera terbayarkan. Sampai saat ini tidak ada kejelasan, sementara proyek sudah selesai.
Dian mengatakan, tunggakan uang makan itu tidak datang dari satu pihak. Sejak persiapan pembangunan Masjid Raya Sheikh Zayed 2020 hingga pertengahan 2022, sebelum peresmian masjid.
”Mandor N Rp 65 juta, Mandor GT Rp 30, dan Mandor GD Rp 50 juta. Total Rp 145 juta yang masih belum terbayar dari tiga mandor ini,” kata Dian dikutip dari Radar Solo (Grup JawaPos).
Awal-awal, lanjut dia, pembayaran masih lancar, per dua pekan sekali. Tapi lama kelamaan mulai molor, baru dibayar setelah empat pekan.
”Itu pun nominalnya belum sesuai dengan yang harus dibayarkan selama itu,” ujar Dian.
Membengkaknya ongkos makan itu karena tidak jarang para mandor itu membawa tambahan anak buah. Belum lagi makan tidak hanya tiga kali sehari. Saat lembur tidak jarang ada permintaan tambahan makan bagi pekerja.
”Termasuk permintaan lain seperti minum dan rokok,” papar Dian.
Hingga proyek berakhir dan diresmikan hingga dibuka untuk umum, menurut dia, ongkos makan senilai Rp 145 juta itu belum terbayarkan.
”Satu mandor itu anak buahnya sampai 60 orang, kadang lebih. Mulai pergi itu 2022. Dari awal tahun sampai yang terakhir pertengahan tahun. Ya saya bingung kok sampai bisa seperti ini padahal sesuai perjanjian akan dibayar secara berkala,” terang Dian.
Mendapati biaya makan yang tak terbayar itu, Dian didampingi RT setempat sempat mendatangi PT Waskita selaku kontraktor pembangunan Masjid Raya Sheikh Zayed. Sayangnya kala itu belum ada titik terang dan solusi dari badan usaha milik negara itu.
”Saya lapor ke RT kemudian didampingi ke PT Waskita waktu kantornya masih di sini (sekitar lokasi proyek). Saya bilang ke Waskita kalau saya dirugikan segini. Tapi Waskita bilang itu urusan dengan mandor,” tutur Dian.
Dian makin cemas ketika mendapati tiga mandor itu sudah angkat kaki dari proyek. Sang pemilik warung kemudian mencari kejelasan dari tiga mandor proyek yang masih memiliki tunggakan ongkos makan itu dengan menyambangi rumah masing-masing. Dia minta kepastian dari para mandor itu terkait pelunasan tunggakan uang makan itu.
Kini Dian telah memegang secarik kertas berisi keterangan dari ketiga mandor itu untuk bertanggung jawab melunasi utang-utang di warung Restu Bunda itu. Keterangan itu ditandatangani dan dilengkapi dengan meterai.
”Katanya karena belum menerima uang. Itu yang mereka sampaikan ke saya. Sudah ada kesanggupan dari mandor untuk melunasi, saya sudah pegang keterangan bermeterai. Sebetulnya pengin saya laporkan (ke polisi) takutnya nanti malah tidak kembali. Jadi ya saya tunggu saja niat baiknya. Semoga ya segera dilunasi,” jelas Dian.
Untuk menutup kebutuhan warung dan membayar lima pegawainya, Dian terpaksa menjual perhiasan emas hingga menggadaikan berlian seharga Rp 17 juta. Itu masih belum cukup sehingga harus dibantu dana dari keluarga.
”Saya dengar kabar terakhir Mas Gibran katanya sudah komentar untuk segera melunasi dalam seminggu ini, ya saya tunggu saja,” harap Dian.
Dikonfirmasi terpisah, salah seorang mandor berinisial G asal Demak membenarkan adanya utang ongkos makan Rp 30 juta yang belum terbayar. Dia mengaku kehabisan modal sehingga belum mampu membayar kekurangan biaya makan pekerja di bawah koordinasinya.
Meski demikian dia memastikan akan tetap melunasi utang di warung makan tersebut dengan cara mengangsur.
”Saya belum mampu, karena modal habis. Saya juga sampai jual mobil untuk menutup biaya-biaya. Ini juga masih kerja. Saya mampunya ya nyicil sedikit-sedikit. Dari 60 juta sekarang tinggal Rp 30 juta,” kata pemborong salah satu pengerjaan bagian struktur Masjid Syeikh Zayed itu.