JawaPos.com – Gelombang penolakan terhadap impor pakaian bekas terus mengalir. Pemerintah telah melarang impor pakaian bekas sejak lama, namun pada praktiknya pakaian tersebut terus masuk ke Indonesia secara ilegal.
Aturan terkait larangan impor pakaian bekas ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas juga menolak impor pakaian bekas tersebut. Menurutnya, impor pakaian bekas mengancam keberlangsungan industri dalam negeri.
“Menjamurnya impor pakaian bekas ini dapat membunuh industri lokal. Sehingga kebijakan pemerintah harus menjadi perhatian bersama demi mendukung perkembangan dan kesejahteraan UMKM produksi tekstil dalam negeri. Ya, kita harus pro Made in Indonesia,” ujar Ibas kepada wartawan, Jumat (17/3).
“Selain itu, seperti yang kita tahu bersama bahwa pakaian bekas impor juga dapat membahayakan kesehatan penggunanya,” tambahnya.
Ibas menilai pelarangan untuk kegiatan thrifting saja tidak cukup. Karena pelarangan thrifting semata tidak akan merubah kondisi pelaku industri tekstil dalam negeri.
Oleh karena itu, pemerintah dianggap perlu memperhatikan dan membantu industri dalam negeri agar berkembang. Ia memandang perlu adanya peningkatan bantuan dan fasilitas dari pemerintah bagi produsen tekstil lokal untuk maju ke tingkat internasional.
“Beberapa waktu lalu, saya berkunjung ke UMKM Konveksi yang ada dapil saya, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Masalah utama yang mereka hadapi adalah kesulitas bahan baku dan kurangnya akses untuk menembus pasar ekspor. Sehingga Pemerintah jelas perlu melakukan pendampingan dan membuka akses pasar agar kebutuhan mereka terpenuhi,” jelas Ibas.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini juga berpendapat bahwa Pemerintah, terutama melalui Kemendag harus membuka akses pasar pelaku industri tekstil, terutama UMKM Konveksi agar mereka mampu menembus pasar internasional.
“Kemendag harus mendorong pengembangan industri tekstil dalam dua kategori; yaitu kelas produksi masal (Mass Production) dan kelas penjahit pesanan (Bespoke Tailor). Dengan demikian, industri tekstil nasional akan dapat bersaing baik dari segi kualitas, maupun kuantitas di pasar internasional,” jelasnya.
Baju bekas impor jika dibarkan dikhawatirkan bisa merusak harga tekstil di pasar lokal. “Kita menolak masuknya pakaian bekas untuk melindungi dan menjaga stabilitas harga tekstil di pasar lokal, sembari terus memperkuat (empowering) produsen dalam negeri untuk berlaga di pasar dunia. Produk tekstil berkualitas yang diproduksi di Indonesia (Made in Indonesia),” pungkasnya.