JawaPos.com – RUU Kesehatan sudah masuk tahap pembahasan. Dalam proses menyusun Daftar Isian Masukan (DIM), Kementerian Kesehatan menggelar Forum Konsultasi Publik atau Public Hearing RUU Kesehatan secara luring dan daring.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Jimmy Z. Usfunan mengkritisi draft RUU Kesehatan yang ketentuannya secara terang-terangan bertentangan dengan politik hukum konstitusi dan sistem kelembagaan negara. Seperti Pasal 425 angka 1 Pasal 7 ayat (2) RUU Kesehatan. Dalam aturan itu, menempatkan BPJamsostek bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Ketenagakerjaan.
Dia mengingatkan agar Pemerintah dan DPR hati-hati dan cermat dalam mengatur substansi materi RUU Kesehatan ini. “Ketidak cermatan dalam memilih kebijakan dalam aturan dapat berimplikasi pada perubahan sistem ketatanegaraan yang telah dijamin konstitusi, apalagi dengan metode omnibus, yang berisikan banyak pasal, jangan sampai hanya lebih pada mengejar target waktu yang ditetapkan” kata Jimmy.
Menurutnya, perubahan ketentuan Pasal tersebut akan mengubah sistem ketatanegaraan, karena berimplikasi pada berubahnya kedudukan BPJS menjadi di bawah Kementerian, dan harus bertanggung jawab kepada Menteri.
“Tentunya, hal ini akan berpotensi pada kedudukan BPJamsostek yang hanya sebagai operator dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan Kementerian. Dengan kata lain BPJamsostek tidak lagi institusi negara yang mandiri, dan bertanggung jawab kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara,” imbuh Jimmy.
Tidak hanya itu, menurut Jimmy, frasa ‘melalui’ menunjukan terjadinya pergeseran pertanggungjawaban BPJS, yang semula langsung kepada Presiden, kini cukup dilakukan kepada Menteri. Sementara BPJamsostek itu Lembaga negara yang mandiri dan mengelola iuran peserta.
Dia menerangkan, dengan adanya pergeseran tanggung jawab tersebut, berpotensi memunculkan pikiran negatif dari publik terhadap institusi Kementerian dan dianggap, seakan-akan benar karena adanya iuran peserta yang jumlahnya besar. Sehingga mengundang institusi lain untuk ikut masuk.
“Tentunya asumsi publik seperti ini tidak dapat dicegah. Di sisi lain, keberadaan BPJamsostek secara konstitusional, merupakan badan hukum negara diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS yang dibangun berdasarkan konstruksi Pasal 34 UUD 1945 dan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengatakan, perlu pendalaman dalam pengaturan tata kelola jaminan kesehatan nasional (JKN) dan jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsosnaker). “Pembahasan ini membutuhkan waktu yang cukup dan melibatkan stakeholder terkait,” ujarnya.
Sebab, RUU ini akan mengubah tata kelola yang ada. Misalnya yang sekarang beredar tentang BPJS akan berada di bawah menteri. Menurutnya, pelaksanaan JKN dan Jamsosnaker sudah on the right track (berada dalam koridor yang benar).
“Jika perbaikan yang sifatnya operasional, teknis, dan sebagainya, mungkin tidak harus ditingkat undang-undang, bisa ditingkat perpres atau permenkes, atau peraturan-peraturan operasional lainnya saja,” tukas Muttaqien.