JawaPos.com – Pakar hukum tata negara, Refly Harun menolak pelantikan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD RI, Tamsil Linrung, harus menunggu proses hukum terhadap Fadel Muhammad selesai. Dia menilai pemikiran tersebut tidak memahami hukum.
Pihak DPD RI telah memutuskan Tamsil Linrung menjadi pengganti Fadel. Namun, sampai saat ini belum juga dilantik dengan alasan menunggu kasus Fadel inkracht atau berkekuatan hukum tetap. ’’Ngapain menunggu proses hukum yang inkracht. Kalau begitu caranya, setiap pergantian apapun, gugat saja di pengadilan. Tidak akan pernah selesai-selesai. Itu cara berpikirnya orang yang tidak paham hukum” kata Refly kepada wartawan, Jumat (17/3).
Refly menyayangkan pelantikan yang tertunda berlarit-larut ini. Baginya, penundaan pelantikan ini tidak berdasar. Pimpinan MPR tidak berhak menilai proses politik yang terjadi di DPD. Dinamika di lembaga para senator itu, hanya bisa dibatalkan oleh anggota DPD. Pembatalan itu pun mesti melalui paripurna.
Apa yang dilakukan oleh pimpinan MPR dengan tidak melantik Tamsil Linrung, merupakan perbuatan melawan hukum. “Bisa digugat secara perdata, karena sudah menimbulkan kerugian moril dan materil yang bisa dihitung,” jelasnya.
Proses politik pemberhentian Fadel dan terpilihnya Tamsil Linrung, menurut dia tidak boleh dibatalkan atau ditunda hanya karena adanya gugatan kepada Ketua DPD RI. ’’Itu adalah keputusan politik. Keputusan politik itu, tidak bisa di PTUN kan. Adapun Surat Keputusan (SK) pimpinan, itu akibat dari keputusan politik. Sama seperti misalnya, tidak bisa kita membatalkan hasil Pemilu dengan menggugat SK Presiden,” papar Refly.
Sementara Wakil Ketua MPR Tamsil Linrung mengatakan, telah hadir memenuhi surat panggilan PTUN Jakarta untuk memberikan keterangan. ’’Menjelaskan secara komperhensif disertai dokumen tertulis setebal 149 halaman. Dokumen tersebut juga dalam proses dikirim kepada Ketua MPR dan para Wakil Ketua MPR, serta ditembuskan ke fraksi masing-masing,” ungkap Tamsil.
Menurut senator asal Sulawesi Selatan itu, ia menunggu respons dari pimpinan MPR. Tamsil juga mempertimbangkan untuk mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan. Tamsil menilai sikap pimpinan MPR membahayakan lembaga tinggi negara tersebut, karena menimbulkan preseden ketidakpatuhan pada sistem ketatanegaraan.
Sementara itu, Ketua DPD La Nyalla Matalitti dalam meminta segera digelar rapat gabungan fraksi, kelompok DPD, dan pimpinan MPR untuk melantik Tamsil Linrung. ’’Pimpinan MPR untuk menghormati dan menindaklanjuti hasil sidang paripurna DPD tersebut, karena Sidang Paripurna merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan,” kata La Nyalla.
Menurut dia, jawaban Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara jelas menyatakan, keputusan yang dikeluarkan oleh Pimpinan DPD, diterbitkan dalam menjalankan wewenang ketatanegaraan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) sesuai fungsi, tugas dan tanggung jawabnya sebagai Lembaga Tinggi Negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945. (*)