JawaPos.com – Vonis rendah hingga bebas terhadap lima terdakwa tragedi Kanjuruhan membuat pro dan kontra. Musabanya hukuman ini dinilai tak sebanding dengan jumlahnya korban nyawa dalam traged yang mencoreng dunia persepakbolaan Indonesia di kancah internasional.
Pengamat hukum Ibnu Syamsu Hidayat menilai, dirinya sejak awal sudah bisa memprediksi hasil vonis putusan akan ringan. Hal ini menurutnya, dapat dilihat dari penerapan pasal yang digunakan jaksa dalam menuntut para terdakwa, yakni Pasal 359 KUHP Tentang Kelalaian.
“Akibat dari penerapan pasal ini adalah vonis ringan,” kata Ibnu ketika dikonfirmasi JawaPos.com, Jumat (17/3).
Selain itu, Ibnu menengarai ada yang tidak lazim dalam penanganan perkara tersebut. Hal ini lantaran pihak Kepolisian RI yang menjadi kuasa hukum dari anggotanya yang menjadi tersangka dalam perkara ini.
“Bagi saya ini bertentangan dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 101/PUU-VII/2009,” jelas sarjana hukum jebolan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Jatim tersebut.
Menurut Ibnu, sebelum menjalankan profesi advokat, seharusnya para polisi yang menjadi pembela terdakwa, wajib mengambil sumpah di pengadilan tinggi atas perintah undang-undang. Dengan adanya praktik ini, menurutnya, sangat jelas bagaimana potensi konflik kepentingan ini terjadi.
“Lembaga atau institusi polisi yang menyelidiki, menyidiki tetapi juga membela,” cetus pria asal Pacitan tersebut.
Terkait penerapan pasal, menurut Ibnu, seharusnya para terdakwa tragedi Kanjuruhan dijerat dengan Pasal 338 KUHP, dimana ancaman pasal tersebut pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Sementara itu, karena vonis sudah dilakukan, Ibnu menyarankan agar para korban melelui jaksa mengajukan upaya hukum banding dan untuk kampanyenya adalah melakukan diseminasi putusan, atau bedah putusan dengan ahli ahli.
“Warga Malang itu terkenal dengan ulet, ngotot, keras dalam pendirian, dan mereka ini solid, oleh karena itu dengan kekuatas aremania yang solid, yang mengakar tentu menjadi kekuatan tersendiri,” tukas peneliti hukum dari Themis Indonesia.
Untuk diketahui, Majelis Hakim PN. Surabaya telah memvonis satu persatu para terdakwa tragedi Kanjuruhan. Namun, hasilnya dinilai sangat mengecewakan. Musababnya para terdakwa divonis rendah dan dua orang terdakwa dibebaskan oleh hakim.
Untuk Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris hanya divonis 1 tahun dan 6 bulan pidana penjara, sementara Security Officer Suko Sutrisno selama 1 tahun pidana penjara.
Terkini, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Abu Achmad Sidqi Amsya, menjatuhkan vonis bebas terhadap Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto. Putusan ini jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa 3 tahun pidana penjara.
Putusan ini sama seperti Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmad. Dia divonis bebas. Sementara Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan hanya divonis 1 tahun dan 6 bulan pidana penjara.
Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022, menyeret lima orang sebagai terdakwa. Kelima terdakwa itu yakni Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmad.