JawaPos.com – Para pekerja di Jepang kini bersukacita. Terutama mereka yang bekerja di perusahaan-perusahaan besar. Hasil pembicaraan perburuhan tahunan alias shunto yang ditutup pada Rabu (15/3), banyak perusahaan yang mengindahkan seruan Perdana Menteri (PM) Fumio Kishida. Yakni, memberikan upah lebih tinggi agar dapat mengatasi kenaikan beban biaya hidup.
Kenaikan upah rata-rata pada shunto 2023 menjadi yang tertinggi dalam rentang 30 tahun terakhir. Sejak akhir 90-an, gaji pekerja di Jepang jarang mengalami kenaikan. Kalaupun naik, biasanya relatif sedikit. Kenaikan tertinggi terjadi pada 1997, yaitu 2,9 persen.
Hal itu membuat gaji di Jepang jauh di belakang rata-rata negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Upah di Jepang tumbuh hanya 5 persen selama 30 tahun terakhir. Jauh di bawah kenaikan rata-rata 35 persen di antara negara-negara anggota OECD.
Kini, kondisi itu tidak bisa terus diterapkan. Yen melemah. Kenaikan harga komoditas telah mendorong biaya impor dan inflasi ke level tertinggi dalam empat dekade.
Kishida mengatakan, pihaknya menargetkan kenaikan upah minimum berlaku secara nasional. ”Musim semi ini menandai titik balik untuk pertumbuhan dan distribusi kekayaan,” ungkapnya dalam pertemuan dengan para perwakilan perusahaan dan serikat pekerja.
Setiap Maret, lebih dari 300 perusahaan besar bernegosiasi dengan serikat pekerja mereka. Kelompok buruh Rengo menuntut kenaikan gaji 5 persen. Namun, belum diketahui apakah disepakati di angka tersebut atau tidak.
Perusahaan besar Jepang seperti Toyota Motor dan Hitachi telah menyetujui kenaikan upah yang diminta serikat pekerja. Hasil kesepakatan bakal diumumkan secara luas dalam beberapa pekan ke depan.
Hitachi menyebut akan menaikkan upah keseluruhan dengan rata-rata 3,9 persen. Artinya, angka itu mengalami kenaikan 2,6 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya.
”Mengingat lonjakan harga, ekspektasi karyawan lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya,” ucap Wakil Presiden Hitachi Kenichi Tanaka.
Tahun ini, untuk kali pertama semua perusahaan pembuat mobil utama di Jepang menerima penuh tuntutan serikat pekerja. Meski begitu, untuk pekerja di perusahaan kecil, prospeknya terbilang kurang menggembirakan. Padahal, hampir 70 persen tenaga kerja di Jepang bekerja di perusahaan kecil.
”Kita tak boleh membuat kenaikan upah ini hanya sekali saja,” ujar Presiden Serikat Informasi dan Elektronik Listrik Jepang Masashi Jimbo.