JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyinggung potensi konflik kepentingan dalam penyelidikan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo. KPK menegaskan, tidak ada konflik kepentingan dalam penanganan kasus Rafael Alun.
“Menanggapi pendapat (ICW) itu, kami tentunya juga sudah sangat paham tentang ketentuan tersebut. Bahwa terkait satu alumni, satu angkatan, bahkan misalnya ada hubungan kekerabatan antara insan KPK dengan pihak yang sedang diusut kasusnya, sering kali terjadi karena kita semua makhluk sosial,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (16/3).
Ali memastikan penyelesaian setiap kasus di KPK, dilakukan secara profesional dalam sebuah sistem kelembagaan dengan mekanisme yang ketat dan terukur.
“Termasuk ketika pengambilan keputusan, bila ada potensi benturan kepentingan, maka setiap insan KPK tersebut paham dan menyatakan bahwa ada hubungan dengan para pihak, sehingga tidak ikut dalam suara pengambilan keputusan,” tegas Ali.
Juru bicara KPK bidang penindakan ini memastikan, pengambilan keputusan di KPK tidak pernah hanya atas dasar pendapat satu orang saja. Dia menyatakan kerja-kerja KPK sudah dengan sistem, termasuk keputusan kolektif kolegial pimpinan yang berjumlah lima orang.
“Artinya setiap keputusan akan dilakukan dengan pendapat masing-masing pimpinan secara bebas. Jadi, tidak pernah ditentukan dan diputuskan oleh hanya salah satu pimpinan saja,” tegas Ali.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta KPK untuk mengumumkan adanya konflik kepentingan, dalam penanganan kasus mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo. Mengingat, saat ini KPK tengah melakukan penyelidikan untuk mencari bukti dugaan korupsi pada harta tidak wajar Rafael Alun Trisambodo.
“Berdasarkan pernyataan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, diketahui bahwa penanganan perkara yang diduga melibatkan pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo telah memasuki fase penyelidikan. Oleh karena itu, ICW mendesak kepada pihak-pihak di KPK yang memiliki afiliasi dengan Rafel, untuk mendeklarasikan potensi benturan kepentingan,” ucap peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya.
ICW menduga, Pimpinan KPK Alexander Marwata menempuh pendidikan dan tahun yang sama di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) bersama Rafael Alun, pada 1986. ICW khawatir, adanya kesamaan relasi pendidikan itu memengaruhi penanganan penyelidikan terhadap Rafael Alun.
“Maka dari itu, Alexander harus secara terbuka mendeklarasikan potensi benturan kepentingannya kepada Pimpinan KPK lain dan Dewan Pengawas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat (3) huruf a PerKom 5/2019,” ucap Kurnia.
Aktivis antikorupsi ini mengungkapkan, jika benturan konflik kepentingan itu benar terjadi, kata Kurnia, Alexander Marwata harus dibatasi dalam penanganan kasus Rafael Alun Trisambodo.
“Jika kemudian dinilai oleh Pimpinan KPK lain dan Dewan Pengawas potensi benturan kepentingan di atas faktual serta berdampak besar terhadap netralitas pekerjaan, maka Alexander harus dibatasi dalam pelaksanaan tugas, terutama di ranah penindakan,” tegas Kurnia.
KPK saat ini tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan harta tak wajar Rafael Alun Trisambodo. KPK sudah meminta keterangan terhadap Rafael Alun, untuk menelusuri harta tak wajar, yang termuat di dalam Laporan Harta Penyelenggara Negara (LHKPN).
Bahkan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga telah memblokir rekening milik Rafael Alun dan keluarganya. Fenomena aset Rafael ini setelah pamer kekayaan yang dilakukan anaknya Mario Dandy Satrio, yang terungkap setelah melakukan penganiayaan teryadap Cristalino David Ozora.