JawaPos.com-Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri menyatakan bahwa kesaksian eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara yang mengaku penyebab dirinya terlibat dalam kasus peredaran narkotika jenis sabu adalah karena perintah Teddy Minahasa patut dipertanyakan.
Hal itu Reza sampaikan tatkala menjadi saksi ahli dalam persidangan dengan terdakwa Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (16/3). Pernyataan itu disampaikan Reza setelah mendengar ucapan Dody yang dikutip oleh Kuasa Hukum Teddy Minahasa, Anthony Djono.
“Kapolres membuang semua masalah ke Kapolda. Dengan alasan takut kepada atasan, tapi di sisi lain dia mengatakan kalau kapolda lain pasti saya lawan, bagaimana pandangan ahli?” tanyanya.
Menjawab hal itu, Reza mengatakan bahwa pernyataan Dody tersebut tidak lolos dalam tiga tahap pengujian Superior Order Defense (SOD). Dalam tahapan pertama adalah menguji kebenaran perintah dari atasan ke bawahan. Tahapan kedua adalah menguji kebenaran penerima perintah tak bisa mengelak terhadap perintah atasan. Tahapan ketiga adalah menguji ada atau tidaknya risiko buruk jika penerima perintah menolak perintah atasan.
“Dari ilustrasi yang disampaikan penasihat hukum, ada dua hal yang bertolak belakang satu sama lain. Satu sisi merasa takut itu perintah atasan, kapolda, sementara yang bersangkutan kapolres, sebatas itu, maka paling tidak sudah tergambarkan poin pertama dan kedua. Ada instruksi dan ketidakmampuan yang bersangkutan untuk menolak perintah tersebut,” kata Reza “Namun ketika penasihat hukum menyebut orang yang sama mengatakan bahwa dia sanggup berhadapan denhan kapolda lain, justru ini jadi ambigu,” sambungnya.
Sebab, dengan mengatakan hal itu, Reza mengasumsikan bahwa seolah-olah Dody punya kemampuan untuk menentang perintah dari Teddy Minahasa.”Dengan perilaku yang tidak konsisten satu sama lain model itu, maka paling tidak, patut dipertanyakan apakah benar klaim itu bisa diterima,” ungkap dia.
Untuk diketahui, dalam perkara ini, Teddy Minahasa didakwa bekerja sama dengan Linda Pujiastuti, Syamsul Maarif, dan Dody Prawiranegara untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan Polres Bukittinggi seberat lebih dari 5 kilogram.
Total ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy. Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Dody Prawiranegara, Syamsul Ma’arif, Muhamad Nasir, dan Linda Pujiastuti.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. (*)