JawaPos.com – Kuasa Hukum Teddy Minahasa mengungkit kasus pembunuhan yang melibatkan Ferdy Sambo serta Richard Eliezer dalam kaitannya dengan kasus narkotika yang menjerat kliennya. Hal itu sehubungan pengakuan dari Dody Prawiranegara yang menyebut adanya perintah dari Teddy Minahasa sebagai atasannya untuk menjual narkotika jenis sabu dari hasil penyitaan Polres Bukittinggi.
Dalam persidangan dengan terdakwa Teddy Minahasa, Kuasa Hukum Teddy, Anthony Djono bertanya kepada saksi Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri soal apakah klaim Dody bisa disamakan dengan kasus Eliezer yang terpaksa membunuh Brigadir Yosua.
“Di kasus Ferdy Sambo, di mana ahli jadi ahli psikologi forensik yang dihadirkan oleh Richard Eliezer, dalam kasus itu mirip dengan kasus ini, yaitu sama-sama bawahan berlindung dengan dalil ada tekanan dari atasan,” ujar Anthony, Kamis (16/3).
“Bisa ahli jelaskan apa perbedaan yang siginifikan antara kasus Ferdy Sambo dengan terdakwa Teddy Minahasa?” imbuhnya.
Menjawab hal itu, Reza menyatakan bahwa dalam berbagai kasus yang serupa dengan yang dialami Eliezer, yaitu Superior Order Defense (SOD) dapat digunakan metode serupa untuk mengujinya, yaitu melalui tiga tahap.
Tahapan pertama adalah menguji kebenaran perintah dari atasan ke bawahan. Tahapan kedua adalah menguji kebenaran penerima perintah tak bisa mengelak terhadap perintah atasan. Tahapan ketiga adalah menguji ada atau tidaknya risiko buruk jika penerima perintah menolak perintah atasan
“Secara kebetulan yang tadi kasus Penasihat Hukum sebut kasus Sambo dengan Richard Eliezer, secara kebetulan perspektif kelimuan ini memiliki kemiripan dengan penyingkapan LPSK dan secara kebetulan juga memiliki kemiripan dengan putusan majelis hakim,” jelas Reza.
“Bahwa baik saya, LPSK, hakim, memandang Richard Eliezer sebagai orang yang memang sudah menerima perintah secara objektif dari atasannya, namun tidak memiliki kemampuan, kewenangan, tidak memiliki kesempatan untuk menolak, menghindar atas perintah itu,” imbuhnya.
Bahkan, pada tahap uji yang ketiga, kata Reza, Elieizer memang berpotensi berhadapan dengan konsekuensi yang buruk sekiranya berani untuk menolak perintah atasan.
“Dengan alur berpikir sedemikian rupa, sekali lagi secara kebetulan ada kesesuaian cara pandang bahwa Richard Eliezer seandainya dinyatakan bersalah, ada tanda petik pemakluman,” ungkapnya.
“Sementara pada perkara ini izin saya tidak tahu,” pungkas Reza.
Untuk diketahui, dalam perkara ini, Teddy Minahasa didakwa bekerja sama dengan Linda Pujiastuti, Syamsul Maarif, dan Dody Prawiranegara untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara peredaran narkotika. Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan Polres Bukittinggi seberat lebih dari 5 kilogram.
Total ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy. Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Dody Prawiranegara, Syamsul Ma’arif, Muhamad Nasir, dan Linda Pujiastuti.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.