JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menjerat Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). KPK memastikan akan terus mengejar dugaan aliran uang terkait pengurusan perkara yang dilakukan Gazalba Saleh.
“Iya aliran uang sebagai follow the money hasil kejahatan dalam perkara ini kami pastikan terus kami kejar dan dalami,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Rabu (15/3).
Juru bicara KPK bidang penindakan ini memastikan, pihaknya akan terus mengusut dugaan penerimaan suap pengurusan perkara yang dilakukan Gazalba. Terlebih, mengejar aset-asetnya yang diduga dari hasil korupsi.
“Setiap penanganan perkara yang KPK lakukan saat ini, kami upayakan pada peningkatan penyidikan tindak pidana ikutannya yaitu TPPU sepanjang ditemukan alat bukti atas dugaan menyembunyikan ataupun menyamarkan asal usul maupun unsur lainnya sebagaimana ketentuan UU TPPU,” tegas Ali.
Ali mengakui, jeratan TPPU dapat menimbulkan efek jera bagi setiap pelaku tindak pidana korupsi. Tentunya, langkah ini sangat dipertimbangkan tim KPK.
“Harapannya tentu efek jera bagi pelaku dapat dirasakan ketika perampasan seluruh hasil kejahatannya dilakukan. Tak ada ruang dan kesempatan bagi koruptor untuk menikmati hasil kejahatannya,” ucap Ali.
Penetapan tersangka terhadap hakim agung di lingkungan MA setelah adanya operasi tangkap tangan (OTT) KPKyang dilakukan di Jakarta dan Semarang pada Rabu, 21 September 2022 malam. KPK menduga, Hakim Agung Sudrajad Dimyati menerima uang senilai Rp 2,2 miliar untuk memuluskan upaya kasasi di MA atas putusan pailit Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
KPK menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Salah satu tersangka dalam kasus ini merupakan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Sudrajad Dimyati (SD) dan panitera pengganti Mahkamah Agung, Elly Tri Pangestu (ETP).
Selain Sudrajad dan Elly, delapan tersangka lainnya yakni, Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan MA; Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan MA; PNS MA, Redi (RD); dan PNS MA, Albasri (AB). Kemudian, Yosep Parera (YP) selaku pengacara; Eko Suparno (ES) selaku pengacara; serta dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Heryanto Tanaka
(HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
KPK kemudian mengembangkan kasus tersebut dengan menetapkan Hakim Agung Gazalba Saleh sebagai tersangka. Gazalba diduga menerima suap sebesar USD 202.000 atau setara Rp 2,2 miliar.
Dalam pengembangan kasusnya, KPK kemudian menetapkan hakim yustisial atau panitera pengganti kamar perdata pada Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo sebagai tersangka. KPK menduga Edy menerima suap senilai Rp 3,7 miliar. Penerimaan suap itu diduga terkait pengurusan perkara kasasi di MA.
Suap itu diduga terkait pengurusan kasasi Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar yakni Wahyudi Hardi selaku ketua yayasan melawan PT. Mulya Husada Jaya.