JawaPos.com – Polresta Bogor Kota mengungkap fakta terbaru terkait dengan kasus pembacokan yang menewaskan seorang pelajar saat hendak menyeberang jalan. Pelaku utama yang masih buron ternyata seorang residivis.
”Yang masih buron adalah ASR alias T, 17. Dia merupakan residivis kasus jambret di Kabupaten Bogor,” ujar Kapolresta Bogor Kota Kombespol Bismo Teguh Prakoso dalam rilis kasus di Mapolresta Bogor Kota kemarin (14/3) sebagaimana yang dilansir Radar Bogor.
Ketiga terduga pelaku yang telah diringkus jajaran Polresta Bogor Kota memiliki peran masing-masing. Pertama, MA, 17, merupakan pemilik kendaraan roda dua sekaligus pengendara saat beraksi. Rupanya, MA juga pemilik senjata tajam (sajam) jenis gobang.
Kemudian, SA, 18, berperan membuang sajam setelah digunakan untuk menghilangkan nyawa Arya Saputra, pelajar kelas X SMK yang menjadi korban Jumat (6/3) pekan lalu. Saat itu SA berada di tengah. Terakhir, satu orang berinisial S turut ditahan lantaran dianggap menyembunyikan pelaku.
Arya disabet pedang saat berada di tengah trotoar di kawasan Simpang Pomad, Kota Bogor. Pelajar 16 tahun tersebut dan beberapa rekan sedang menunggu lampu merah untuk menyeberang. Tiba-tiba, dia disabet pedang di bagian leher oleh pelaku dari arah belakang. Arya meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
Setelah melakukan aksi, Bismo mengungkapkan, tiga pelaku yang berasal dari satu sekolah itu melarikan diri dan langsung menuju ke sekolah.
”Kemudian, oleh guru sempat ditanya apakah terlibat pembacokan, pelaku tidak ngaku. Kemudian, (dari sekolah itu) pelaku kabur,” ujar dia.
Setelah kejadian tersebut, Bismo langsung memerintah jajaran Polresta Bogor Kota melakukan pengejaran dan menangkap dua pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka. Satu pelaku diamankan di Lebak, Banten, dan satu pelaku lainnya bersembunyi di wilayah Kabupaten Bogor. ”Kami imbau (pelaku) untuk menyerahkan diri dan yang menyembunyikannya bisa terkena tindak pidana,” tutur dia.
Hasil penyelidikan dari ketiganya, Bismo menyebut ASR melakukan pembacokan karena tersulut emosi lantaran ditantang pelajar SMK Bina Warga 1, sekolah korban, lewat media sosial (medsos). ”Senin sebelumnya, berawal dari adanya tantangan (live) via Instagram,” kata Bismo.
Bismo menerangkan, pelaku mengaku terprovokasi dan berupaya membalas dengan melakukan tindak pidana tersebut secara acak. ”Random saja dengan mencirikan celana dan warna seragam,” ungkapnya.
Polisi juga telah mengantongi identitas pelajar yang menantang ASR. Sebab, para terduga pelaku sebenarnya sudah mengincar pelajar yang diketahui berinisial A. ”Yang menantang ASR itu berinisial A dan yang dicari saat Jumat adalah A. Tapi, tidak ketemu,” papar dia.
Para pelaku yang terlibat dijerat Pasal 76C jo Pasal 80 Ayat (3) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar.