JawaPos.com – Pemerintah mengizinkan perusahaan eksportir memangkas upah pekerja/buruhnya hingga 25 persen. Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 yang baru diundangkan pada 8 Maret 2023.
Aturan mengenai pengurangan upah ini tercantum pada pasal 8 Permenaker 5/2023. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan paling sedikit 75 persen dari upah yang diterima.
Penyesuaian upah ini berlaku selama 6 bulan terhitung sejak Permenaker ini berlaku dan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, Permenaker ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan usaha perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor dari dampak perubahan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan pasar.
Dan tentunya, memberikan perlindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja pekerja/buruh itu sendiri. Selain itu, tak semua perusahaan eksportir dapat memanfaatkan aturan ini.
Ada kriteria khusus yang diatur dalam permenaker tersebut. Yakni, yang memiliki pekerja/buruh paling sedikit 200 orang, persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15 persen, dan produksi bergantung pada permintaan pesanan dari negara Amerika Serikat dan negara di benua Eropa yang dibuktikan dengan surat permintaan pesanan.
“Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor sebagaimana dimaksud meliputi industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki, industri kulit dan barang kulit, industri furniture, dan industri mainan anak,” ujarnya.
Aturan ini sontak menuai penolakan dari organisasi buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, aturan ini melanggar undang-undang. Apalagi jika nilai penyesuaian upah di bawah upah minimum.
“Itu adalah tindak pidana kejahatan,” tegasnya, Rabu (15/3).
Belum lagi, lanjut dia, keadaan tertentu yang menjadi syarat di dalam Permenaker tidak jelas. Sehingga, rentan disalahgunakan perusahaan untuk membayar upah buruh dengan murah.
Selain itu, Iqbal turut mengkritisi aturan penyesuaian waktu kerja. Menurutnya, aturan pengurangan jam kerja ini seringkali digunakan perusahaan untuk tidak membayar upah buruh.
Kebijakan ini pun dinilainya diskriminatif. Bahkan, berisiko membunuh perusahaan di dalam negeri. Pasalnya, ini berlaku hanya untuk perusahaan orientasi ekspor tetapi tidak bagi perusahaan domestik.
Terkait dengan hal itu, Iqbal menyerukan para buruh melakukan mogok kerja jika upahnya dikurangi. “Kami akan mendemo Kantor Menteri Ketenagakerjaan dan mengajukan gugatan ke PTUN,” tegasnya.
Senada, Wakil Ketua Bidang Konsolidasi DPC Federasi Serikat Buruh Garmen Kerajinan Tekstil Kulit dan Sentra Industri Afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (FSB GARTEKS KSBSI) Tangerang Raya Erwinanto mengatakan, Permenaker ini sangat menyayat hati para buruh hak dan kesejahteraannya telah terdegradasi. Dengan Permenaker ini, buruh akan kembali mendapat pengurangan upah sampai dengan 25 persen dari upah yang sebelumnya diterima.
Erwin pun ragu implementasi Permenaker ini betul-betul dijalankan sesuai aturan. Dia khawatir, aturan akan disalahgunakan oleh perusahaan-perusahaan nakal yang kerap menggunakan dalih penurunan omzet untuk tidak membayar upah hingga PHK.
“Sebab, banyak fakta kejadian dimana perusahaan merumahkan buruhnya dengan dalih menurunnya order padahal yang sebenarnya tidak demikian,” keluhnya.