JawaPos.com – Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) Hanung Harimba menyebut kehadiran thrifting pakaian impor merugikan produsen UKM tekstil di dalam negeri. Untuk diketahui, thrifting merupakan aktivitas dalam mencari dan membeli barang-barang bekas.
Terkait kegitan itu, Hanung menyebut, impor pakaian bekas bisa memangkas pangsa pasar UKM tekstil dalam negeri hingga mencapai 15 persen. “Thrifting pakaian impor ini juga akan merugikan produsen UKM tekstil. Menurut CIPS dan ApsyFI, 80 persen produsen pakaian di Indonesia didominasi oleh industri kecil dan mikro, sedangkan impor pakaian bekas selama ini memangkas pangsa pasar mereka sebesar 12-15 persen,” kata Hanung Harimba dalam keterangannya di Jakarta, Senin (13/3).
Selain itu, Hanung menjelaskan thrifting pakaian impor memiliki dampak yang merugikan, diantaranya menimbulkan masalah lingkungan yang serius karena banyak di antara baju bekas impor tersebut berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Selanjutnya thrifting pakaian impor merupakan barang selundupan atau ilegal yang tidak membayar bea dan cukai sehingga menimbulkan kerugian negara.
Menurutnya, isu thrifting saat ini menjadi isu yang serius, terlebih karena saat ini ekonomi dunia sedang melambat, sehingga impor barang bekas menjadi tantangan tambahan bagi pelaku UMKM di tanah air.
Dalam hal ini, ia menegaskan larangan thrifting pakaian impor sebenarnya sudah diatur pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.
Selain itu, telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
“Pada Pasal 2 Ayat (3) tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas,” tandas Hanung.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor pakaian bekas di Indonesia mencapai 26,22 ton sepanjang 2022. Secara nilai, impor pakaian bekas ini mencapai USD 272.146 atau setara dengan Rp 4,21 miliar dengan asumsi kurs Rp 15.468 per USD.
Adapun, volume impor pada 2022 tersebut melesat 227,75 persen dibandingkan volume pada 2021 yang mencapai 8 ton. Bila dilihat secara nilai impor, kenaikannya mencapai 518,5 persen dibandingkan 2021 yang mencapai USD 44.000.
Melihat trennya, impor pakaian bekas di Indonesia berfluktuasi dalam 1 dekade terakhir, dengan nilai impor terbanyak pada 2019 sebesar USD 6,08 juta dan volumenya sebanyak 417,73 ton. Berdasarkan negaranya, impor pakaian bekas Indonesia paling banyak berasal dari Jepang dengan volume yang mencapai 12 ton dengan nilai impor mencapai USD 4.478 atau setara dengan Rp 378,6 juta.
Nomor kedua negara importir pakaian bekas, yakni Australia dengan volume impor pakaian bekas sebanyak 10,02 ton dengan nilai USD 225.941 atau setara dengan Rp 3,49 miliar. Kemudian ketiga, impor pakaian bekas dari Malaysia sebanyak 1,65 ton dengan nilai USD 1.774 atau sekitar Rp 27,44 juta.