JawaPos.com-Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso melaporkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan penerimaan gratifikasi.
Atas laporan itu, pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar mendorong KPK untuk responsif menindaklanjuti dugaan korupsi gratifikasi pejabat negara tersebut. “Saya kira apa yang sudah diadukan kepada KPK, pasti sudah ada bukti yang kuat, saya yakin KPK akan memprosesnya. Sebab itu KPK harus responsif dan memanggil pihak-pihak yang dilaporkan,” kata Fickar dikonfirmasi, Selasa (14/3).
Menurut Fickar, gratifikasi di atas nilai Rp10 juta harus dilaporkan karena terindikasi menjadi tindakan korupsi. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus turun tangan jika terbukti ada pejabat negara yang diduga melakukan korupsi. “Kalau sudah ada bukti, Presiden wajib turun tangan. Sekarang yang penting klarifikasi pembuktiannya bagi terlapor,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Pemberitaan KPK Ali Fikri mengakui, pihaknya telah menerima laporan terkait dugaan penerimaan gratifikasi oleh Wamenkumham Eddy Hiariej, kemudian KPK akan menelaah setelah menerima laporan tersebut.
“Setelah kami cek, betul ada laporan masyarakat dimaksud. Tim pengaduan masyarakat juga akan pro aktif berkoordinasi dengan pelapor dan melakukan pengayaan informasi dan data terkait pelaporan tersebut,” ucap Ali.
Sebelumnya, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso melaporkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hieariej alias Eddy Hiariej ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Teguh menduga, Eddy menerima gratifikasi terkait pengurusan suatu perkara.
“Jadi saya datang hari ini untuk membuat pengaduan ke pengaduan masyarakat, terkait dugaan tipikor berpotensi dugaannya bisa saja pemerasan dalam jabatan, bisa juga gratifikasi atau yang lain,” ujar Sugeng di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (14/3).
“Yang terlapor itu saya menyebutkan penyelenggara negara dengan status Wamen, Wamen saya sebut dengan inisial EOSH. Saya harus mengedepankan asas praduga tak bersalah, karena penting bahwa laporan ini kami masukan dulu ke KPK,” sambungnya.
Sugeng menjelaskan, penerimaan gratifikasi itu diduga melalui perantara asisten pribadi Eddy Hiariej berinisial Y. Penerimaan gratifikasi itu diduga sebesar Rp 7 miliar. Penerimaan itu disebutkan Sugeng, terjadi pada April 2022 sampai dengan 17 Oktober 2022. Sugeng mengaku, turut membawa sejumlah bukti untuk menguatkan laporannya itu.
“Ada empat bukti kiriman dana, ini yang paling penting, transfer. Kemudian ada chat yang menegaskan bahwa Wamen EOSH mengakui adanya satu hubungan antara dua orang asprinya yang menerima data tersebut sebagai orang yang diakui,” ungkap Sugeng.
Menurut Sugeng, pelaporan ini terkait posisinya sebagai Wamenkumham dalam konsultasi kasus hukum dan pengesahan badan hukum PT. CLM. Ia menyebut, PT CLM kini tengah bermasalah di Polda Sulawesi Selatan dalam kasus dugaan tindak pidana izin usaha pertambangan (IUP).
“Satu minta konsultasi tentag hukum, yang kedua dugaan terkait dengan permintaan pengesahan status badan hukum,” ucap Sugeng. (*)