JawaPos.com – Menjelang datangnya bulan suci Ramadan 1444 Hijriah, harga komoditas cabai rawit di sejumlah pasar tradisional Jember meroket tembus Rp 80 ribu per kilogram. Kenaikan harga ini, dinilai dipicu karena pasokan ke berkurang dan cuaca ekstrem, beberapa pekan terakhir ini.
“Harga cabai rawit memang melonjak sejak awal Maret 2023, karena pasokan dari petani berkurang dan banyak cabai petani yang rusak akibat cuaca ekstrem,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jember Bambang Saputro di kabupaten setempat, dikutip dari Antara, Selasa (14/3).
Pantauan di sejumlah pasar tradisional di kawasan kota Jember, tercatat harga cabai rawit berkisar Rp 75.000 hingga Rp 80.000 setiap Kg, sedangkan untuk cabai merah besar berkisar Rp 30.000 hingga Rp 35.000 per Kg.
“Harga cabai merah besar dan cabai keriting juga mengalami kenaikan selama beberapa hari terakhir, tapi tidak terlalu meroket seperti cabai rawit merah,” tuturnya.
Harga cabai rawit di pasar tradisional mulai naik pada awal Maret 2023 dengan harga berkisar Rp 50.000 hingga Rp 60.000 per kilogramnya, kemudian setiap pekan terus merangkak naik hingga pertengahan Maret 2023 menjadi Rp 80.000 per kilogram.
“Penyebab kenaikan harga cabai karena pasokan dari petani berkurang akibat cuaca ekstrem yang menyebabkan cabai petani rusak hingga gagal panen,” katanya.
Bambang berharap, harga cabai tidak terus naik karena pekan depan sudah mulai masuk bulan Ramadhan dan mudah-mudahan ada pasokan cabai dari luar daerah, agar harga komoditas tersebut bisa kembali stabil.
Sementara pedagang di Pasar Tanjung Saiful mengatakan, harga cabai perlahan-lahan merangkak naik menjelang Ramadhan karena kebutuhan masyarakat akan komoditas tersebut meningkat, namun pasokan dari petani berkurang.
“Para pedagang juga mengurangi pembelian karena komoditas cabai rawit tidak bisa bertahan lama dan mudah busuk, sehingga pedagang menjual ke masyarakat juga disesuaikan dengan pembelian kami ke pengepul,” ujarnya.
Ia menjelaskan masyarakat juga mengurangi pembelian cabai rawit karena mahalnya harga bahan membuat sambal tersebut, termasuk warga yang memiliki warung yang menjual menu makanan pedas.