JawaPos.com – Kuasa Hukum Teddy Minahasa, Anthony Djono, mendapat teguran keras dari Hakim Ketua Jon Sarman Saragih. Hal itu terjadi dalam persidangan kasus peredaran narkotika jenis sabu yang menghadirkan saksi ahli digital forensik yang meringankan terdakwa yaitu ahli digital forensik dari PT Digital Forensik Indonesia Ruby Zukri Alamsyah.
Awalnya, Kuasa Hukum Teddy Minahasa meminga pendapat Ruby soal pernyataan ahli digital forensik dari Polda Metro Jaya yang sebelumnya menerangkan bahwa laporan digital forensiknya diketik secara manual dan ditemukan banyak kesalahan tanggal maupun nomor handphone.
“Apakah masih bisa dijamin keaslian dan keutuhan?” tanya Anthony Djono dalam persidangan di PN Jakarta Barat, Senin (13/2).
Menjawab hal itu, Ruby menerangkan bahwa mengetik ulang laporan digital forensik tidak mungkin.
“Nggak mungkin seorang ahli itu mengetik ulang percakapan. Dan kalau dia mengetik seluruh percakapan yang tadi cukup banyak, siapa yang bisa jamin bahwa percakapan itu benar sesuai aslinya,” jelas Ruby.
Terkait dengan adanya kesalahan ketik dalam chat bukti digital forensik, Ruby mengatakan bahwa hal itu janggal. Menurutnya hal itu seharusnya tak terjadi lantaran bukti digital forensik dilakukan secara otomatis melalui software khusus.
“Mestinya tampilannya seperti adanya, apalagi tanggal. Gak mungkin ada tanggal yang berbeda,” tegas Ruby.
Puas mendapat jawaban tersebut, kuasa hukum Teddy Minahasa kemudian berbicara kepada Hakim Ketua Jon Sarman. “Yang Mulia, hanya untuk berita acara, karena ahli yang dari Polda Metro Jaya mengatakan laporan dia itu hasil ketikan manual, Sedangkan ahli kami itu harus hasil eksport,” sebut Anthony Djono.
Belum usai Anthony Djono berbicara, Hakim Ketua memotongnya untuk tak perlu menggurui di persidangan.
“Iya sudah dicatat. Jangan ikut seolah menggurui di sini. Sudah dicatat semuanya. Nanti kita simpulkan. Jangan ragu lah. Berpikir positif aja semua, ya,” tegas Jon Sarman.
Menanggapi itu, Kuasa Hukum Teddy mengiyakan dan melanjutkan pertanyaan berikutnya kepada saksi.
Untuk diketahui, dalam perkara ini, Teddy Minahasa didakwa bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara peredaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan Polres Bukittinggi seberat lebih dari 5 kilogram.
Total ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa. Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma’arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.