Momen Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap 8 Maret sekaligus menjadi reminder bagi para ladies untuk lebih peduli dan menjaga kesehatan organ reproduksi. Salah satu kondisi yang harus diwaspadai adalah kista ovarium. Meski sebagian besar tidak berbahaya dan umumnya tidak bergejala, beberapa jenis kista bisa berkembang menjadi kanker.

KISTA terjadi ketika terdapat kantong cairan atau massa padat yang melekat atau berada di dalam indung telur. Kondisi itu tergolong umum dialami perempuan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Beberapa perempuan bahkan mendapatkannya setiap bulan sebagai bagian dari siklus menstruasi dan menghilang dalam 2–3 periode menstruasi.

”Umumnya jinak, tapi ada sekitar 2–5 persen dari kista ovarium yang menjadi kanker,” jelas dr Robert Hunan Purwaka SpOG. Kanker ovarium merupakan hal yang serius. ”Bila terdapat kecurigaan kanker, kista sekecil apa pun perlu dioperasi untuk mencegah penyebaran sel kanker dan menghentikannya,” lanjutnya.

Kista jinak yang patut diwaspadai, antara lain, kista simpleks, hemoragik, endometriosis, abses, dan kista dermoid. Untuk kista simpleks dan hemoragik, sebagian besar akan menghilang dalam 3–6 bulan. Jenis itu cenderung membesar dan berukuran di atas 5 sentimeter. Ada baiknya dipertimbangkan tindakan operasi karena risiko terpuntir atau pecah.

”Kalau kista endometriosis kecil, cukup pengawasan saja. Tapi, jika ukurannya > 5 sentimeter, perlu dioperasi karena tidak akan hilang dengan sendirinya dan bisa membesar. Hal yang sama berlaku pada kista dermoid,” ungkap dokter spesialis obstetri dan ginekologi National Hospital itu.

Penyakit tersebut umumnya tidak bergejala. Begitu pula kanker ovarium fase awal. Namun, yang cukup sering terjadi adalah adanya benjolan atau rasa tidak nyaman pada perut bagian bawah dan pinggul.

Terkadang nyeri perut bisa terjadi mendadak karena kista terpuntir atau pecah. Apabila disertai demam, dicurigai terdapat kumpulan nanah. ”Semakin besar ukuran, semakin terasa benjolannya, umumnya kenyal, lembek, dan bisa digerakkan ke kanan dan kiri,” imbuhnya.

Waspada juga jika menstruasi tidak teratur. Termasuk nyeri saat menstruasi. Meski demikian, tidak semua nyeri merujuk pada kista ovarium. Pada dismenorea primer, nyeri pada awal menstruasi tidak ditemukan kelainan sehingga cukup terapi antinyeri saja.

Lain halnya dengan dismenorea sekunder, terdapat kelainan atau patologi berupa kista ovarium. ”Namun, sebaiknya setiap nyeri haid diperiksakan untuk dipastikan kondisi di organ reproduksinya, termasuk di rahim dan ovarium,” tambah dr Robert.

Diagnosis kista ovarium dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah, dan USG. Kadang diperlukan CT scan atau MRI pada kista yang besar atau dicurigai ganas.

Tindakan operasi dilakukan jika terdapat indikasi seperti ukuran kista lebih dari 5 sentimeter, kista terpuntir atau pecah, dan dicurigai kanker ovarium.

”Pada kista ovarium, selain terdapat pembesaran massa, terdapat kerusakan pada jaringan ovarium sehat yang menimbulkan keluhan kesulitan hamil, menopause dini, hingga risiko kanker,” tuturnya.

Operasi pengangkatan kista cukup sering dilakukan dengan metode laparoskopi. Metode itu dianggap lebih aman dibandingkan bedah konvensional dan minim nyeri.

Kista ovarium terjadi secara spontan. Tidak bisa diprediksi maupun dicegah. Karena itu, deteksi dini sangat penting. Semakin awal tata laksana dilakukan, semakin baik hasilnya.

MINIMALKAN RISIKO

• Catat periode menstruasi sehingga sadar ketika terjadi perubahan siklus bulanan dan segera periksa jika mengalami gejala menstruasi tidak biasa seperti terasa sangat nyeri.

• Pemeriksaan panggul dan skrining USG secara teratur untuk mendeteksi adanya perubahan dalam ovarium.

• Rutin berolahraga.

• Konsumsi makanan yang baik dengan gizi seimbang.

sumber: dr Robert Hunan Purwaka SpOG

By admin