JawaPos.com – Dunia digital yang semakin canggih membuat oknum-oknum tidak bertanggungjawab juga meng-upgrade cara-cara untuk mendapatkan uang dengan canggih pula. Salah satu modus yang belakang populer adalah VCS atau Video Call Sex.
Di berbagai platform messenger maupun media sosial, sudah bukan rahasia bahwa cukup banyak yang menawarkan jasa semacam ini. Bentuk penawarannya berupa video call dengan pemberi jasa menjanjikan akan memuaskan hasrat pengguna jasa dalam bentuk menampilkan kegiatan seksual yang bisa dilihat lewat video secara langsung.
Meski dalam tinjauan hukum yang berlaku pengguna jasa ini tidak bisa terkena pidana, aktivitas semacam ini tergolong ilegal. Bahkan, terlarang dalam agama tertentu serta standar moral jika dilakukan antara dua pihak yang tidak semestinya.
Faktanya, selain tindakan yang salah, penggunaan jasa VCS juga menimbulkan risiko. Beberapa tahun ke belakang, muncul berbagai kasus penipuan serta pemerasan yang dilakukan oleh penyedia jasa VCS.
“Kronologi umumnya, pengguna jasa yang sudah deal dengan penyedia jasa terhubung dalam video call. Saat video call berlangsung, penyedia jasa hanya menampilkan wajah dan rekaman video tidak live dalam durasi yang sebentar. Selanjutnya, video call ditutup,” ujar investigator privat dan detektif partikelir Jubun dalam keterangan resmi yang diterima.
Ia melanjutkan, setelah video call ditutup, mulailah praktik pemerasan itu dilakukan oleh pelaku. Pelaku umumnya mengirimkan pesan lewat WhatsApp berupa ancaman akan menyebarkan screenshot VCS korban ke orang-orang yang dikenalnya.
“Pelaku biasanya cari tahu data pribadi kita di Google atau media sosial. Mereka cari tahu tempat kerja, tempat kuliah, atau kenalan kita. Data-data jadi bahan untuk mengancam. Mereka mengancam korban akan memviralkan screenshot VCS ke lingkungan terdekatnya,” jelasnya.
Ia melanjutkan, saat korban merasa tertekan dan terintimidasi, pelaku kemudian meminta sejumlah uang kepada korban dengan penawaran ancamannya tidak akan dilanjutkan. Namun, saat ini terjadi, ia melanjutkan, sangat tidak disarankan bagi korban untuk menuruti permintaan dari pelaku.
“Tetap tenang dulu. Jangan dituruti. Jangan percaya omongan penipu. Yang ada, mereka bakal morotin Anda terus menerus,” terangnya.
Alih-alih menuruti kemauannya, Jubun justru menyarankan korban untuk memutus hubungan dan akses informasi dengan pelaku serapat-rapatnya. “Pertama, blokir saja nomor WA-nya. Kedua, ganti nomor dulu sementara. Soalnya bisa juga dia mengancam lewat panggilan biasa. Ketiga, hapus dulu akun media sosial. Keempat, jangan dulu aktif di medsos dalam jangka waktu tertentu,” jelasnya.
Cara ini memang tidak bisa memastikan apakah kemudian pelaku pemerasan akan benar-benar menyebarkan isi VCS korban ke orang-orang terdekatnya. Hanya saja, menurut Jubun, dengan mengikuti terus menerus kemauan pemeras juga tidak menjamin nantinya isi VCS tidak akan tersebar.
“Pada titik tertentu ketika korban tidak bisa transfer memenuhi keinginan pemeras, kan bisa juga tetap disebar. Kalau begini, ruginya kan double. Kalau pelaku tidak dapat uang, penyebaran isi VCS tidak ada manfaatnya bagi pelaku,” tambahnya.
Satu hal yang pasti agar terhindar dari kejahatan model ini adalah dengan tidak mencoba-coba hal macam itu. “Walaupun ternyata ada orang di lingkungan terdekat yang mendapatkan info ini dari pemeras, bersikaplah terbuka dan meminta maaf dengan jujur,” pungkasnya.