Achadiati Ikram mendedikasikan hidupnya pada filologi, ilmu yang mempelajari penelusuran karya sastra pada masa lampau. Guru besar Universitas Indonesia (UI) itu disegani di dunia sastra tanah air hingga kancah internasional.

PADA usianya yang menginjak 92 tahun, banyak kenangan yang sudah pupus dari ingatan Achadiati Ikram. Namun, memorinya masih mengingat dengan baik jika berkaitan dengan sastra dan filologi. Studi terkait dengan sastra dan karya tulis masa lampau itulah yang membesarkan namanya.

Sejak duduk di bangku sekolah, Achadiati yakin untuk mengambil jurusan sastra ketika berkuliah. ”Buat saya, ilmu itu memberi kepuasan. Banyak baca, banyak pengetahuan yang bertambah,” ujarnya kepada Jawa Pos saat bertandang ke rumahnya di kawasan Citayam, Depok, pada Kamis (2/3).

Di bidang filologi, Achadiati dikenal luas sebagai mahaguru. Predikat itu rasanya tak berlebihan. Salah satu karya Achadiati yang cukup dikenal di dunia sastra adalah penelitiannya terkait dengan Hikayat Sri Rama.

Penelitian menyeluruh dilakukannya pada 1978 dalam disertasi berjudul Hikayat Sri Rama: Suntingan Naskah Disertai Telaah Amanat dan Struktur. Penelitian itu lantas dibukukan pada 1980.

Tentu banyak suka duka yang telah dilalui Achadiati dalam mengabdikan diri di bidang keilmuan tersebut. ”Suka duka ada, tapi lebih banyak sukanya. Lupa juga apa saja cerita zaman dulu. Soalnya many many years ago,” kelakarnya sambil lamat-lamat mengingat cerita masa lalunya.

Satu ingatan yang masih lekat di benaknya adalah dia amat menikmati kehidupannya menjadi pengajar. Bertemu dengan para mahasiswa membuat perempuan yang berulang tahun setiap 30 November itu senantiasa bahagia.

Salah seorang mahasiswa yang mengingat jasa Achadiati adalah Munawar Holil. Ketua umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) 2016–2021 itu menceritakan, dalam sebuah kesempatan penelitian di salah satu perpustakaan di Moskow, Rusia, dirinya pernah membuktikan sendiri nama besar Achadiati.

”Waktu ke perpustakaan itu, izinnya susah sekali. Namun, ketika kami berkata bahwa salah satu (peneliti) adalah Prof Achadiati, kepala perpustakaannya langsung mempersilakan untuk membaca buku apa pun yang kami mau. Kepala perpustakaan itu bilang, ’Saya mengenal nama Ibu Achadiati sudah lama sekali. Saya senang sekali’,’’ ujarnya melalui YouTube Manassa.

Guru besar Leiden University Belanda Willem van der Molen menuturkan hal senada. Willem menceritakan, Achadiati adalah salah satu orang yang menerjemahkan disertasi milik Willem. ”Terjemahan itu lebih indah dan lebih jelas daripada aslinya,” katanya.

Berbagai kisah itu hanya sekelumit dari sekian banyak mahasiswa dan kolega yang mengenal Achadiati. Saking harumnya nama besarnya, dunia kesusastraan internasional pun mengenal baik namanya.

Kini Achadiati menikmati masa-masa pensiunnya. Dia banyak mengisi waktunya untuk menikmati hal-hal yang disukainya. Misalnya, membaca buku ataupun manuskrip, berjalan kaki di sekitar kompleks rumah, hingga merawat tanaman di kebunnya.

”Sesekali merawat anggrek. Masih selalu membaca buku sambil ditemani kucing saya ini, namanya Vivi. Ada asisten rumah tangga (ART) yang sesekali datang ke rumah juga,” ungkap perempuan yang lahir di Tuban, Jawa Timur, tersebut.

Achadiati menyebut, meski sudah menikmati masa pensiun, sesekali dirinya masih tetap membantu para mahasiswa yang membutuhkan bimbingan. Saat bertemu dengan beberapa mahasiswa, dia juga kerap menemukan buku-buku baru. Dari sejumlah buku baru yang dibacanya itu, dia merasa mendapatkan kepuasan tersendiri.

”Mereka mencari pengetahuan, kita membimbing. Nah, dengan begitu ilmu kita juga bertambah karena banyak hal yang saya rasa belum saya ketahui. Itu membuat saya senang sekali,” tuturnya.

By admin